Lebih Akrab dengan E-Learning STAIMAFA


Mengenal e-Learning STAI Mathali’ul Falah Pati
A.    Hakekat e-Learning
1.      Pengertian e-Learning
e-Learning oleh Jaya Kumar C. Koran (2002), didefinisikan sebagai segala bentuk pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-Learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-Learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Atau e-Learning sebagaimana disampaikan Imam Adzroi selaku Pengelola Pusat Komunikasi (PUSKOM) STAI Mathali’ul Falah dalam sosialisasi e-Learning STAI Mathali’ul Falah di ruang Micro teaching kepada seluruh mahasiswa PBA VI A didefinisikan sebagai berikut: sistem pembelajaran yang menggunakan perangkat elektronik, baik itu dengan microphone, computer, Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM dan sebagainya yang disampaikan secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada waktu yang berbeda). Tapi seiring dengan perkembangan teknologi makna e-Learning ini mengalami penyempitan makna menjadi pembelajaran melalui internet.
2.      Penekanan e-Learning
Penekanan e-Learning adalah pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (Rosenberg, 2001), yang pada intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-Learning (Cambell, 2002, Kamarga, 2002) yang kesemuanya digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran (Onno W. Purbo,2002).
Dengan adanya e-Learning ini maka sebagian dari media elektronik yang digunakan dalam pengajaran boleh disampaikan secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’ dengan bantuan profesional dalam bidangnya.
3.      Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-Learning
e-Learning dianggap sebagai media pembelajaran baru mengingat cara kerjanya mengoptimalkan fungsi media internet belum begitu dirambah oleh kebanyakan lembaga pendidikan di Indonesia. Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-Learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-Learning’ fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-Learning’ akan ‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri.

B.     E-Learning di STAI Mathali’ul Falah
1.      Fungsi e-Learning di STAI Mathali’ul Falah
Statemen Khoe Yao Tung (2000), bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
E-Learning di perguruan tinggi luar negeri sudah mengganti secara total pelajaran di kelas. Namun hal ini berbeda dengan e-Learning yang dipergunakan di Indonesia, begitu pula di STAI Mathali’ul Falah. Fitur e-Learning yang ada di STAI Mathali’ul Falah mempunyai tiga fungsi:
1.      Fungsi substitution (pengganti). Artinya e-Learning menjadi alternative kedua jika pelajaran di kelas tidak bisa dilaksanakan. Misalnya dosen tidak bisa hadir, maka pembelajaran bisa dilakukan dengan memakai eLearning. Hal itu dilakukan jika terjadi kemungkinan menggunakannya.
2.      Complement (pelengkap) yag dilakukan dalam proses perkuliahan berlangsung di dalam kelas.
3.      Penguat. Artinya, e-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Cisco (2001) bahwa filosofis e-Learning sebagai berikut. Pertama, eLearning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Namun demikian, STAI Mathali’ul Falah belum dapat menjangkau keempat hal yang menjadi karakteristik e-Learning pada umumnya. Keempat karakteristik tersebut ialah: Pertama, Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler. Kedua, Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks). Ketiga, Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self Learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya. Keempat, Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Faktor yang menyebabkan STAI Mathali’ul Falah belum mampu merambah pada karakteristik e-Learning tersebut adalah dikarenakan jumlah mahasiswa yang baru berjumlah kurang lebih 300-an, minimnya dosen yang meenggunakan e-Learning sebagai media pembelajaran yang dikarenakan minimnya SDM dosen pengampu mata kuliah dalam hal pengoperasionalan media internet khususnya dalam pemanfaatan e-Learning, dan padatnya jadwal dosen, sehingga sampai sekarang belum terjadi kesepakatan antara para dosen dan pelatih e-Learning tentang kapan akan dilaksaakannya pelatihan e-Learning. Dengan demikian modul e-Learning yang disediakan belum tersentuh sama sekali.
Padahal untuk dapat menghasilkan e-Learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang eLearning, yaitu : sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-Learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-Learning-nya. Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
Meskipun keberadaan e-Learning di sebuah lembaga pendidikan dianggap sangat berarti, hal itu masih dinilai relative. Artinya penggunaan e-Learning dalam pembelajaran tergantung dari penerapan fungsinya apakah dengan adanya e-Learning di STAI Mathali’ul Falah benar-benar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran atau malah sebaliknya? Sampai detik ini pembelajaran di dalam kelas (konvensional) dinilai masih relevan dan efektif. Maka e-Learning dalam pembelajaran di STAI Mathali’ul Falah belum begitu dilirik untuk dipergunakan sepenuhnya. Saat ini baru ada dua dosen yang baru menggunakan e-Learning dalam pembelajaran, yaitu Ahmad Dimyati, M.Ag dan Inayatul Ulya, MSI.
2.      Pengoperasionalan e-Learning STAI Mathali’ul Falah
Sebelum memasuki pembahasan mengenai pengoperasionalan e-Learning STAI Mathali’ul Falah yang beralamat di “www.e-learning.staimafa.ac.id”, alangkah baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu perangkat LMS yang dipergunakan STAI Mathali’ul Falah dalam pembelajaran.
STAI Mathali’ul Falah mengadopsi e-Learning ke dalam sebuah web form dalam bentuk LMS (Learning Management Sistem). Terdapat banyak macam LMS yang bisa dipergunakan sebagai perangkat e-Learning. Namun disini STAI Mathali’ul Falah memakai perangkat LMS moodle yang bisa dilihat dalam tampilan gambar berikut ini:












  
Kalau ingin membuka lebih lajut tentang e-Learning STAI Mathali’ul Falah maka harus mendaftar lebih dulu pada kolom tersebut. Dalam pengoperasionalannya,  pengguna atau user akan dipandu dengan menggunakan dua bahasa yang diaktifkan yaitu Indonesia dan Inggris.
Di dalam persyaratan mendaftar e-Learning STAI Mathali’ul Falah terdapat nama pengguna atau username, pengisian password minimal 8 karakter, e-mail dipasang dua (konfirmasi dan verifikasi), kemudian mengisi kota, dan negara. Setelah itu lalu akses data yang dikirimkan admin e-Learning STAI Mathali’ul Falah melalui alamat e-mail yang telah kita masukan untuk proses verifikasi akun e-Learning. Baru setelah itu kita bisa membuka link akun kita dalam e-Learning STAI Mathali’ul Falah.
Untuk lebih jelasnya tentang proses pendaftarannya akan diperlihatkan dalam gambar berikut ini:







 









Kalau belum punya, maka…..
Lebih jelasnya lagi pada halaman depan ada panduan mahasiswa. Kita bisa download filenya di gambar berikut dan tinggal di klik saja. Atau kalau ada apa-apa bisa kirim email di puskom@yahoo.co.id.
3.      Bagaimana agar materi perkuliahan bisa masuk di e-Learning?
E-Learning adalah pengganti atau penambah pelajaran di kelas? Bagaimana agar pelajaran itu bisa masuk di e-Learning?
Ya harus masuk pelajaran ke kelas dulu. Ibaratnya anda mendaftar di sebuah perkuliahan. Setelah itu mendaftar dulu perkuliahan yang ada di sini.” Admin puskom e-Learning STAI Mathali’ul Falah Adzro’i mengkonfirmasi.
Beberapa matakuliah untuk pendaftaran e-Learningnya disertai password yang hanya diketahui oleh dosen terkait dan mahaisswa yang diampu dengan tujuan agar tidak diikuti oleh mahasiswa lain atau publik. Untuk mendaftar tinggal klik matakuliahnya. Dengan begitu akan bisa masuk ke mata kuliah yang dituju.
Kalau mahasiswa sudah memasuki matakuliah tertentu maka akan sudah ada tampilan seperti di bawah ini:

Dalam penyajian materi, ada dosen yang membaginya per tanggal, perminggu, atau pertopik (seperti yang dilakukan oleh pak dim dan inayatul ulya). Rata-rata maksimal 16 topik. Pada kolom tersebut ada tugas dan resous (materi). Di bawah ini  adalah contoh percobaan pembuatan tugas yang diberikan dosen dalam e-Learning. Di dalamnya terdapat draf pengajuan. Misalnya tugasnya mengumpulkan makalah, kemudian ada perintah upload here. Kemudian oleh dosen direview dan akan dikasih nilai. Kemudian diklik. Dari situ nanti setelah dinilai akan terlihat nilainya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam gambar berikut:

Selain tugas, juga terdapat materi chat, membuat kamus, materi glosari, dll. Misal ada dosen yang tidak bisa hadir, namun dosen memerintahkan mahasiswanya untuk online pada jam sekian. Kemudian dosen akan memberikan materi dan tugasnya. Namun sekali lagi disampaikan bahwa e-Learning di sini tidak menggantikan posisi matakuliah di kelas. Ia hanya sebagai pengganti dan pelengkap. Kalau semua mata kuliah sudah disampaikan di kelas kemudian ditambahi e-Learning, maka akan dirasa memberatkan, baik oleh dosen maupun mahasiswa.
Ada juga forum niaga atas usulan ketua STAI Mathali’ul Falah. Di mana forum itu untuk menstimulus mahasiswa untuk berjual beli yang sudah berlaku di perguruan tinggi Australia. Mahasiswa bisa masuk di forum ini dan bisa dilihat tampilannya. Missal pingin menjual komputer bekas dll. Dalam forum niaga ini juga bisa mengirim email kepada dosen atau mahasiswa juga.
Perkembangan e-Learning terakhir di STAI Mathali’ul Falah ini sudah bisa diakses oleh mahasiswa. Dosen-dosen yang sudah melaksanakan e-Learning adalah pak dim dan bu inayah.
Model-model eLearning di STAI Mathali’ul Falah saat ini memakai interface word (tatap muka).
Untuk moodle banyak sekali fiturnya. Bisa didownload moodle ini.
Makul ditampilkan tidak hanya bentuk file pdf wa akhawatiha. Ada lagi yang standar itu memakai skrum seperti ini.
Mendaftar e-Learning itu seperti masuk ke sekolahan.
Ada banyak ribuan fitur dalam e-Learning dan bisa dipelajari sendiri di rumah.
Ini ada yang coba berupa materi sekrum. Contohnya seperti ini. Kita tinggal ngeklik aja.
Ada berupa authoring software untuk membuat materi sekerum seperti ini.

Percobaan ini semacam file materi yang ditampilkan oleh dosen.
Ini ada contoh materi survey on-line oleh dosen kepada mahasiswa. Ada juga forum tanya jawab dosen-mahasiswa.
Buka skrum.com untuk mendapatkan…..
Flash sekarang malah tidak dipakai.
Sebenarnya dari dulu kita tidak ada keinginan untuk membuat e-Learning. Tapi setelah kita coba ternyata bisa dan kita segera mengikkuti pelatihan.
Saya sudah bikin buku panduan untuk dosen namun kita belum mendapatkan jadwal kepepakatan karena padatnya jadwal dosen. Kalau kita hitung secara matematis, maka pembelajaran di kelas kita masih dinilai efektif karena mahasiswa kita masih sedikit.
Tanggung jawab system dipegang ole puskom. Sedangkan tanggung jawab pembelajaran atau materi oleh dosen. Dan yang bisa menyuruh dosen untuk membuat materi di e-Learning ya prodi.
Ada makul media pembelajaran ya? Kalau hanya power point kurang itu. Padahal ada banyak sekali media pembelajaran yang bisa digarap.
Kenapa saya pakai moodle? Ketika moodle ini dipakai oleh kebanyakan perguruan tinggi dunia. Karena moodle ini gratisan. Padahal kalau kita mau membeli LMS itu harganya ratusa juta.
Kalau perguruan tinggi Islam di jateng, STAI Mathali’ul Falah nomor 2 yang memakai e-Learning. Yang pertama UNISULA. Kalau IAIN Wlisogo Semarang sudah ada, tapi hanya percobaan oleh perpustakaannya.
CMS (Content Management system/ sstem manajemen isi yaitu untuk membuat website). Seperti jumla,
4.      Kelebihan dan Kekurangan E-Learning di STAI Mathali’ul Falah
a.       Kelebihan
Kelebihan tentang manfaat penggunaan e-Learning, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh, antara lain: Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di mana dosen dan mahasiswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Kedua, dosen dan mahasiswa dapat menggunakan materi atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh materi dipelajari. Ketiga, mahasiswa dapat belajar atau me-review materi setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat materi tersimpan di komputer. Keempat, Bila mahasiswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. Kelima, Baik dosen maupun mahasiswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Keenam, berubahnya peran mahasiswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Ketujuh, Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari kampus.
b.      Kekurangan
E-Learning di STAI Mathali’ul Falah ini belum disosialisasikan secara merata. Sosialisasi baru diberikan kepada mahasiswa baru saja menimbang dosen-dosen STAI Mathali’ul Falah yang masih gaptek dengan komputer. Dengan demikian wajar apabila e-Learningnya tidak ramai.
Berbagai kritik sebagaimana dikemukakan (Bullen, 2001, Beam, 1997) nampaknya relevan disampaikan kembali, antara lain: Pertama, Kurangnya interaksi antara dosen dan mahasiswa atau bahkan antar mahasiswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran dosen dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT. Kelima, mahasiswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet. Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan internet. Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

FILSAFAT JAWA

Disusun oleh:
Muhammad Aqib Abdul Jalil
Alfashohah Ukhrowi
Abdurrahman Aziz
Ahmad Junaidi
Nur Khasanah
Atik Sufiyati

PENDAHULUAN

A. Latar Belakng
      Bicara tentang Filsafat Jawa, rasanya negara ini tak pernah lepas dari itu, banyak ramalan-ramalan para kinasih yang menjadi kenyataan di era sekarang. Dan dari sekian ramalan-ramalan itu banyak yang menjadi bahan diskusi baik oleh para pelajar ataupun para cerdik pandai. Pemerintahan negeri ini pun tak pernah lepas dari filsafat Jawa. Demokrasi adalah salah satu warisan dari leluhur kita, yang mungkin tahu apa yang akan terjadi dengan negara ini. Saat ini kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat- filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat.
Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, dan masih banyak ajaran-ajaran dalam filsafat jawa lainya yang akan dibahas dalam uraian nanti terutama dalam mencapai kearifan dan kesuksesan untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan hidup bermandiri.

B. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, penulis ingin mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa pengertian filsafat jawa ?
2) Bagaimana ajaran-ajaran dalam filsafat jawa ?
3) Apakah filsafat jawa membawa kearifan seseorang ?
4) Apa hubungan antara kesuksesan dengan filsafat jawa ?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Jawa
Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Semua manusia yang normal senantiasa ditandai dengan kegiatannya yang sangat khas yaitu kegiatan berfikir. Maka kegiatan berfikir inilah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk yang lainnya. Namun tak semua kegiatan berfikir disebut kegiatan berfilsafat. Dalam kehidupan sehari-hari ini saja banyak hal dapat kita jadikan filsafat, asal kita mampu berfikir.
Dalam tugas filsafat popular ini saya akan mencoba membahas mengenai filsafat jawa yang belakangan mulai dilupakan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak pesan yang disampaikan melalui filsafat jawa. Yang akan saya sampaikan disini adalah satu dari sekian banyak filsafat jawa.
Disini saya akan membahas mengenai alat pembajak yang tradisional yang masih sering digunakan oleh petani jawa dalam membajak sawahnya ternyata memiliki arti dalam kehidupan.
a) Dalam membajak seorang petani membutuhkan dua kerbau, kenapa selalu dua? Karena mereka saling melengkapi, tanpa satu diantaranya maka kegiatan membajak tidak akan berjalan. Demikian dalam maknanya dalam kehidupan, sepasang kerbau memiliki arti bahwa dalam kehidupan ini selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada kiri ada kanan, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam hal berpasangan, Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan.
b) Kemudian diantara dua kerbau ada tali yang menghubungkan, dalam kehidupan tali itu diartikan sebagai penghbung antara keduanya sehingga selalu seimbang.
c) Kemudian dalam alat pembajak juga ada alat pengendali kedua kerbau yang hanya ada satu dan menghadap ke atas, dalam kehidupan alat pengendali ini memiliki arti bahwa dalam melakukan kegiatan apapun ada yang mengendalikan kita, dan pengendali itu hanya ada satu, yaiu yang diatas, sehingga dengan adanya pengendali ini kita akan selalu ingat terhadap yang diatas.
d) Pembajaknya, bagi petani bajak disini berfungsi sebagai alat pembajak tanah sehingga tanah tersebut menjadi subur, demikian pula dalam kehidupan nyata, kesejahtaraan hidup akan tercipta bila masing-masing individu memiliki kesadaran.
e) Tanah, tanah sendiri memilikiarti dalam kehidupan. Jika dalam pertanian tanah yang dibajak adalah dibolak-balik supaya menjadi subur, maka dalam kehidupan nyata, tanah yang dibolak-balimadalah menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi dalam kehidupan juga dibolak-balik, bila kita tidak mampu bertahan maka akan ikut terbawa arus, sedangkan yang mampu membatasi dan bertahan maka akan berhasil.
f) Selain yang diatas juga ada alat pemukul kerbau, dalam kehidupan nyata alat pemukul ini memiliki makna sebagai penggerak sekaligus penyemangat dalam melakukan kegiatan atau aktifitas apapun.
g) Yang terakhir adalah, alat yang digunakan untuk menutupi atau membungkus mulut kerbau, bila dalam pertanian alat ini untuk mencegah supaya kerbau tidak memakan saat sedang bekerja, dalam kehidupan memiliki makna bahwa agar kita tidak rakus sehingga ada pembatasan yang mampu mencegah manusia agar tidak rakus, displin, dan tidak mengambil yang bukan haknya.

B. Ajaran-Ajaran Dalam Filsafat Jawa
Di dalam tulisan Dr. Abdullah Ciptoprawiro dalam buku Filsafat Jawa. Beliau mengatakan bahwa isi buku itu menjadi sangat penting karena didalamnya merumuskan adanya sistem filsafat jawa. Beliau melihat bentuk pemikiran di Jawa dari jaman ke jaman, mulai masa pra-sejarah, sampai masa kemerdekaan Indonesia terdapat pola-pola universal yang mendasari filsafat jawa. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa pola universal itu adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kasunyatan. Oleh karena itu, pada era reformasi, dan demokratisasi pola-pola pemikiran yang universal itu bisa dipastikan tetap ada.
Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan. Usaha untuk memperoleh kesempurnaan atau kearifan. itu tidak saja harus bersifat rasional dan empiris tetapi juga harus mengandung unsur rasa yang menjadi ciri khasnya.
Kearifan yang terkandung dalam filsafat jawa dapat di cotohkan dengan etika dalam kebatinan orang jawa yang terdapat dalam serat pepali ki Ageng Sela. Menurut Ki Ageng Sela hidup di dunia harus di dasari degan keutamaan / keluhuran. Sedangkan untuk mencapai sebbuah keluhuran da keutamaan dapat diusahaka dengaan memperhatikan sikap sebagai berikut:
a. Sembada
Dalam kebudayaan jawa, sembada adalah sikap manusia yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bagi orang jawa, orang akan dipandang rendah ketika “ora sembodo”. Misalnya jika ia memang sanggup melakukan sesuatu hendaknya bisa melakukan meskipun dengan susah payah.
b. Sabar-Andhap Ashar
Sabar mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilalksanakan. Dalam kata sabar terkandung suasana hati tenang dan terkendali \, yaitu dapat mengalahkan sesuatu yang sangat besar dan sulit yang dapat mengantarkan keluhuran atau keutamaaqn seseorang. Andhap asar atau rendah hati biasanya adalah orang yang mau mengalah terhadap orang lain, yang juga dibutuhkan seseorang untuk mencapai keluhuran.
c. Suka
Keluhuarn seseorang tidaklah muncul secara otomatis, setapak demi setapak harus dilakukan dengan laku prihatin, misalnya denagn mengurangi nafsu makan dan tidur. Laku prihatin tersebut dapat lebih sempurna jika disertai dengan suka “gembira”. Karena mengarjakan sesuatu jika tidak didasari oleh kegambiraan tidak akan pernah menghasilka sesuatu yang baik.
d. Karep
Dalam kehidupan, manusia senantiasa mempunyai karep atau keinginan, baik keinginan jahat maupun keinginan baik. Oleh karena itu Ki Ageng Sela menasehati agar manusia memiliki sikap etis yang sesuai dengan nilai kejawen, yaitu senang dengan kebaikan. Menurut Abdullah (1996: 26) keinginan baik akan selalu berhadapan dengan keinginan buruk untuk menjelmakan prilaku manusia. Dan manusia diharapkan tidak menganggap sesame manusia adalah musuh.
e. Dalan Padhang
Seseorang haruslah menyingkirkan sesuatu yang negative dalam hidupnya. Diibaratkan menyingkirkan perdu-perdu, duri atau lumut yang ada dijalan agar tidak membuat seseorang menjadi celaka misalnya dapat diwujudkan denagn memberikan sedekah kepada orang miskin, memberi petunjuk kepada orang bingungdan dilaksanakan dengan senang hati, tidak ada paksaan.
f. Jiguh, ragu-ragu
Orang yang jiguh adalah orang yang menemui kesulitan yang muncul karena tidak dapat memutuskkan perkara dengan baik dan tepat. Dan kita harus dapat berlaku cerdik. Kalau kita tidak dapat mengambil sikap yang tepat kita akan terlambat sehingga ketika mati kita tidak akan dapat memanfaatkan apa yang telah kita cari dan kita dapatkan. Ada persoalan yang lebih tidak boleh disikapi denag ragu-ragu yaitu kehidupan akhirat. Dan hidup haruslah seimbang antara dunia dan akhirat.
g. Ngutuh-Kumed, tak tahu malu-pelit
Orang yang tak tahu malu akan dijauhi oleh sesamanyakarena tidak pernah mau memperhatikan bahwa ia kan mati. Ia hanya berpikiran bahwa orang yang rilan (suka memberi) pasti akan melarat. Karena kekayaan duni tidak akan pernah habis jika memang dipergunakan untuk menolong manusia.
C. Filsafat Jawa Membawa Kearifan Seseorang.
Kearifan merupakan sebuah kemauan untuk melihat rambu-rambu (hukum alam yang diciptakan Sang Pencipta, yang mau tidak mau kita akan tunduk kepadanya), kemauan merasakan, melihat, menggagas, dan kemudian patuh terhadap rambu-rambu itu. Manusia diciptakan memiliki akal untuk bebas manantukan pilihan. Tetapi apapun pilihan manusia akan selalu tunduk pada aturan main hokum almnya. Itulah yang dinamakan kearifan yaitu kemauan manusia untuk melihat dan bertindak sesuai alur hokum alam Sang Pencipta. Keraifan merupakan hasil dari filsafat Jawa, sedangkan kearifan sendiri dapat dilihat dalam berbagai hal diantaranya adalah:
a) Kearifan Melihat Pertanda Alam
Ketika kita mendengar dongeng legenda atau kisah-kisah sejarah zaman dahulu, bahwa kita itu orang begitu tinggi kepekaannya terhadap apa yang terjadi dengan alam. Mereka terbiasa menggagas kejadian alam dan mengurai maknanya. Untuk menganalisa kira-kira apa yang harus dilakukan sebuah kejadian. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah kepekaan semut. Seperti saat menjelang musim penghujan tiba, banyak semut yang berbondong-bondong berderet bermigrasi dari tanah atau sela-sela ubin, menyusuri dinding, bergerak keatas untuk mencari sarang di sela-sela dinding atau langit-langit. Mungkin kita tidak pernah tau pertanda apa yang diterima pengindraan semut, sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah ke atas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah keatas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, maka tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga sebelum hujan tiba mereka memindahkan komunitasnya ketempat yang lebih tinggi.
Dengan begitu sebenarnya telah memberikan penglihatan pentingnya sebuah pertanda alam, sehingga bisa memberikan kita pertimbangan-pertimbangan untuk melagkah dalam kehidupan.

b) Kearifan Dalam Menggapai Tujuan.
Kearifan melihat pertanda alam adalah upaya kita untuk melihat manusia sebagai bagian dari alam yang selalu berubah dan patuh pada keberulangan. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran kita bahwa mausia ada yang menciptakan yaitu Tuhan Sang Pencipta. Kemudian dalam menjalani hidupi dunia ini, manusia harus melangkah. Arah inilah yang selalu menjaga kita agar tidak keluar dari koridor tujuan hidup kitadan konsisten menuju tuuan tersebut. Untuk itu, manusia harus bisa membiasakan diri untuk bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Apa misi dan visinya pada kehidupan di dunia ini. Kearifan ini adalah cermin dari sebuah gagasan pentingnya sebuah tujuan, visi dan misi, baik secara individu maupun kelompok.

D. Hubungan Antara Kesuksesan Dengan Filsafat Jawa
Kesuksesan mempunyai arti keberhasilan atau keberuntungan, dalam kamus umum bahasa indonesiayang disusun oleh W, J, S, purwadarminto, filsafat jawa mengatakan bahwa dalam menggapai sukses adalah sebuah semangat untuk melihat bahwa sebuah kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri, seperti sebuah analogi seseorang yang berangkat dari serabaya menuju jakarta.
Surabaya adalah titik awal potert kehidupanya saat ini, sedang jakarta adalah tempat tujuan yang menjadi tolak ukur keberhasilanya. Semua orang sepakat bahwa ketika dia mencapai jakarta maka dia berhasil menjadi orang yang sukses. Tapi ketika diketahui bahwa disepanjang perjalanan surabaya menuju jakarta banyak rintangan yang harus dilalui. Maka dari itu, orang ini bukanlah sukses yang sesungguhnya jika tidak bisa melalui rintangan dalam perjalanan tersebut. Katakan sukses ketika perjalanan dari surabaya ke jakarta dia mampu melaui atau melewati segala rintang dengan baik. Misalnya, menaati rambu-rambu lalu lintas disepanjang jalan.sama halnya kajadian oarang yang dianggap sukses dengan kekayaanya, seperti tak ada gunanya lagi ketika kesuksesan itu ketika dia terindikasi melakukan tindakan pidana korupsi, atau kesuksesan yang didapat dengan gelar pendidkan yang diperoleh, tiba-tiba sukses itu seperti tak ada artinya ketika orang tahu bahwa ijazah esarjanaanya palsu, atau juga ketika dianggap sukses mencapai jabatan tertentu, orang kemudian bisa mempertanyakan kesuksesan yang dicapainya, ketika sukses dia menyalah gunakan wewenang atau jabatan tersebut.




















PENUTUP
A. KESIMPULAN
dari semua yang telah disampaikan penulis di atas dapat disimpilkan bahwa filsafat jawa mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran adiluhung tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa berupa serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran adiluhung tersebut akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah keutamaan, kesempurnaan dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifa kearifan tersebut seseorang akan memperoleh kesuksesan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.
kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Dani Priyo. Pandangan Hidup Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2004.
Amrih, Pitoyo. Ilmu Kearian Jawa. Yogyakarta : Pinus, 2008.
Arwan. Filsafat Jawa,www.blogspot.com, 3 Januari 2010.
bharatayudha.www.multiply.com/reviews/item/60, 3 Januari 2010

kang mas naim's blog

Powered By Blogger
kangnaim.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 26 Juni 2012

Lebih Akrab dengan E-Learning STAIMAFA


Mengenal e-Learning STAI Mathali’ul Falah Pati
A.    Hakekat e-Learning
1.      Pengertian e-Learning
e-Learning oleh Jaya Kumar C. Koran (2002), didefinisikan sebagai segala bentuk pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-Learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-Learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Atau e-Learning sebagaimana disampaikan Imam Adzroi selaku Pengelola Pusat Komunikasi (PUSKOM) STAI Mathali’ul Falah dalam sosialisasi e-Learning STAI Mathali’ul Falah di ruang Micro teaching kepada seluruh mahasiswa PBA VI A didefinisikan sebagai berikut: sistem pembelajaran yang menggunakan perangkat elektronik, baik itu dengan microphone, computer, Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM dan sebagainya yang disampaikan secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada waktu yang berbeda). Tapi seiring dengan perkembangan teknologi makna e-Learning ini mengalami penyempitan makna menjadi pembelajaran melalui internet.
2.      Penekanan e-Learning
Penekanan e-Learning adalah pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (Rosenberg, 2001), yang pada intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-Learning (Cambell, 2002, Kamarga, 2002) yang kesemuanya digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran (Onno W. Purbo,2002).
Dengan adanya e-Learning ini maka sebagian dari media elektronik yang digunakan dalam pengajaran boleh disampaikan secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’ dengan bantuan profesional dalam bidangnya.
3.      Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-Learning
e-Learning dianggap sebagai media pembelajaran baru mengingat cara kerjanya mengoptimalkan fungsi media internet belum begitu dirambah oleh kebanyakan lembaga pendidikan di Indonesia. Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-Learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-Learning’ fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-Learning’ akan ‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri.

B.     E-Learning di STAI Mathali’ul Falah
1.      Fungsi e-Learning di STAI Mathali’ul Falah
Statemen Khoe Yao Tung (2000), bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
E-Learning di perguruan tinggi luar negeri sudah mengganti secara total pelajaran di kelas. Namun hal ini berbeda dengan e-Learning yang dipergunakan di Indonesia, begitu pula di STAI Mathali’ul Falah. Fitur e-Learning yang ada di STAI Mathali’ul Falah mempunyai tiga fungsi:
1.      Fungsi substitution (pengganti). Artinya e-Learning menjadi alternative kedua jika pelajaran di kelas tidak bisa dilaksanakan. Misalnya dosen tidak bisa hadir, maka pembelajaran bisa dilakukan dengan memakai eLearning. Hal itu dilakukan jika terjadi kemungkinan menggunakannya.
2.      Complement (pelengkap) yag dilakukan dalam proses perkuliahan berlangsung di dalam kelas.
3.      Penguat. Artinya, e-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Cisco (2001) bahwa filosofis e-Learning sebagai berikut. Pertama, eLearning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Namun demikian, STAI Mathali’ul Falah belum dapat menjangkau keempat hal yang menjadi karakteristik e-Learning pada umumnya. Keempat karakteristik tersebut ialah: Pertama, Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler. Kedua, Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks). Ketiga, Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self Learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya. Keempat, Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Faktor yang menyebabkan STAI Mathali’ul Falah belum mampu merambah pada karakteristik e-Learning tersebut adalah dikarenakan jumlah mahasiswa yang baru berjumlah kurang lebih 300-an, minimnya dosen yang meenggunakan e-Learning sebagai media pembelajaran yang dikarenakan minimnya SDM dosen pengampu mata kuliah dalam hal pengoperasionalan media internet khususnya dalam pemanfaatan e-Learning, dan padatnya jadwal dosen, sehingga sampai sekarang belum terjadi kesepakatan antara para dosen dan pelatih e-Learning tentang kapan akan dilaksaakannya pelatihan e-Learning. Dengan demikian modul e-Learning yang disediakan belum tersentuh sama sekali.
Padahal untuk dapat menghasilkan e-Learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang eLearning, yaitu : sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-Learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-Learning-nya. Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
Meskipun keberadaan e-Learning di sebuah lembaga pendidikan dianggap sangat berarti, hal itu masih dinilai relative. Artinya penggunaan e-Learning dalam pembelajaran tergantung dari penerapan fungsinya apakah dengan adanya e-Learning di STAI Mathali’ul Falah benar-benar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran atau malah sebaliknya? Sampai detik ini pembelajaran di dalam kelas (konvensional) dinilai masih relevan dan efektif. Maka e-Learning dalam pembelajaran di STAI Mathali’ul Falah belum begitu dilirik untuk dipergunakan sepenuhnya. Saat ini baru ada dua dosen yang baru menggunakan e-Learning dalam pembelajaran, yaitu Ahmad Dimyati, M.Ag dan Inayatul Ulya, MSI.
2.      Pengoperasionalan e-Learning STAI Mathali’ul Falah
Sebelum memasuki pembahasan mengenai pengoperasionalan e-Learning STAI Mathali’ul Falah yang beralamat di “www.e-learning.staimafa.ac.id”, alangkah baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu perangkat LMS yang dipergunakan STAI Mathali’ul Falah dalam pembelajaran.
STAI Mathali’ul Falah mengadopsi e-Learning ke dalam sebuah web form dalam bentuk LMS (Learning Management Sistem). Terdapat banyak macam LMS yang bisa dipergunakan sebagai perangkat e-Learning. Namun disini STAI Mathali’ul Falah memakai perangkat LMS moodle yang bisa dilihat dalam tampilan gambar berikut ini:












  
Kalau ingin membuka lebih lajut tentang e-Learning STAI Mathali’ul Falah maka harus mendaftar lebih dulu pada kolom tersebut. Dalam pengoperasionalannya,  pengguna atau user akan dipandu dengan menggunakan dua bahasa yang diaktifkan yaitu Indonesia dan Inggris.
Di dalam persyaratan mendaftar e-Learning STAI Mathali’ul Falah terdapat nama pengguna atau username, pengisian password minimal 8 karakter, e-mail dipasang dua (konfirmasi dan verifikasi), kemudian mengisi kota, dan negara. Setelah itu lalu akses data yang dikirimkan admin e-Learning STAI Mathali’ul Falah melalui alamat e-mail yang telah kita masukan untuk proses verifikasi akun e-Learning. Baru setelah itu kita bisa membuka link akun kita dalam e-Learning STAI Mathali’ul Falah.
Untuk lebih jelasnya tentang proses pendaftarannya akan diperlihatkan dalam gambar berikut ini:







 









Kalau belum punya, maka…..
Lebih jelasnya lagi pada halaman depan ada panduan mahasiswa. Kita bisa download filenya di gambar berikut dan tinggal di klik saja. Atau kalau ada apa-apa bisa kirim email di puskom@yahoo.co.id.
3.      Bagaimana agar materi perkuliahan bisa masuk di e-Learning?
E-Learning adalah pengganti atau penambah pelajaran di kelas? Bagaimana agar pelajaran itu bisa masuk di e-Learning?
Ya harus masuk pelajaran ke kelas dulu. Ibaratnya anda mendaftar di sebuah perkuliahan. Setelah itu mendaftar dulu perkuliahan yang ada di sini.” Admin puskom e-Learning STAI Mathali’ul Falah Adzro’i mengkonfirmasi.
Beberapa matakuliah untuk pendaftaran e-Learningnya disertai password yang hanya diketahui oleh dosen terkait dan mahaisswa yang diampu dengan tujuan agar tidak diikuti oleh mahasiswa lain atau publik. Untuk mendaftar tinggal klik matakuliahnya. Dengan begitu akan bisa masuk ke mata kuliah yang dituju.
Kalau mahasiswa sudah memasuki matakuliah tertentu maka akan sudah ada tampilan seperti di bawah ini:

Dalam penyajian materi, ada dosen yang membaginya per tanggal, perminggu, atau pertopik (seperti yang dilakukan oleh pak dim dan inayatul ulya). Rata-rata maksimal 16 topik. Pada kolom tersebut ada tugas dan resous (materi). Di bawah ini  adalah contoh percobaan pembuatan tugas yang diberikan dosen dalam e-Learning. Di dalamnya terdapat draf pengajuan. Misalnya tugasnya mengumpulkan makalah, kemudian ada perintah upload here. Kemudian oleh dosen direview dan akan dikasih nilai. Kemudian diklik. Dari situ nanti setelah dinilai akan terlihat nilainya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam gambar berikut:

Selain tugas, juga terdapat materi chat, membuat kamus, materi glosari, dll. Misal ada dosen yang tidak bisa hadir, namun dosen memerintahkan mahasiswanya untuk online pada jam sekian. Kemudian dosen akan memberikan materi dan tugasnya. Namun sekali lagi disampaikan bahwa e-Learning di sini tidak menggantikan posisi matakuliah di kelas. Ia hanya sebagai pengganti dan pelengkap. Kalau semua mata kuliah sudah disampaikan di kelas kemudian ditambahi e-Learning, maka akan dirasa memberatkan, baik oleh dosen maupun mahasiswa.
Ada juga forum niaga atas usulan ketua STAI Mathali’ul Falah. Di mana forum itu untuk menstimulus mahasiswa untuk berjual beli yang sudah berlaku di perguruan tinggi Australia. Mahasiswa bisa masuk di forum ini dan bisa dilihat tampilannya. Missal pingin menjual komputer bekas dll. Dalam forum niaga ini juga bisa mengirim email kepada dosen atau mahasiswa juga.
Perkembangan e-Learning terakhir di STAI Mathali’ul Falah ini sudah bisa diakses oleh mahasiswa. Dosen-dosen yang sudah melaksanakan e-Learning adalah pak dim dan bu inayah.
Model-model eLearning di STAI Mathali’ul Falah saat ini memakai interface word (tatap muka).
Untuk moodle banyak sekali fiturnya. Bisa didownload moodle ini.
Makul ditampilkan tidak hanya bentuk file pdf wa akhawatiha. Ada lagi yang standar itu memakai skrum seperti ini.
Mendaftar e-Learning itu seperti masuk ke sekolahan.
Ada banyak ribuan fitur dalam e-Learning dan bisa dipelajari sendiri di rumah.
Ini ada yang coba berupa materi sekrum. Contohnya seperti ini. Kita tinggal ngeklik aja.
Ada berupa authoring software untuk membuat materi sekerum seperti ini.

Percobaan ini semacam file materi yang ditampilkan oleh dosen.
Ini ada contoh materi survey on-line oleh dosen kepada mahasiswa. Ada juga forum tanya jawab dosen-mahasiswa.
Buka skrum.com untuk mendapatkan…..
Flash sekarang malah tidak dipakai.
Sebenarnya dari dulu kita tidak ada keinginan untuk membuat e-Learning. Tapi setelah kita coba ternyata bisa dan kita segera mengikkuti pelatihan.
Saya sudah bikin buku panduan untuk dosen namun kita belum mendapatkan jadwal kepepakatan karena padatnya jadwal dosen. Kalau kita hitung secara matematis, maka pembelajaran di kelas kita masih dinilai efektif karena mahasiswa kita masih sedikit.
Tanggung jawab system dipegang ole puskom. Sedangkan tanggung jawab pembelajaran atau materi oleh dosen. Dan yang bisa menyuruh dosen untuk membuat materi di e-Learning ya prodi.
Ada makul media pembelajaran ya? Kalau hanya power point kurang itu. Padahal ada banyak sekali media pembelajaran yang bisa digarap.
Kenapa saya pakai moodle? Ketika moodle ini dipakai oleh kebanyakan perguruan tinggi dunia. Karena moodle ini gratisan. Padahal kalau kita mau membeli LMS itu harganya ratusa juta.
Kalau perguruan tinggi Islam di jateng, STAI Mathali’ul Falah nomor 2 yang memakai e-Learning. Yang pertama UNISULA. Kalau IAIN Wlisogo Semarang sudah ada, tapi hanya percobaan oleh perpustakaannya.
CMS (Content Management system/ sstem manajemen isi yaitu untuk membuat website). Seperti jumla,
4.      Kelebihan dan Kekurangan E-Learning di STAI Mathali’ul Falah
a.       Kelebihan
Kelebihan tentang manfaat penggunaan e-Learning, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh, antara lain: Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di mana dosen dan mahasiswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Kedua, dosen dan mahasiswa dapat menggunakan materi atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh materi dipelajari. Ketiga, mahasiswa dapat belajar atau me-review materi setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat materi tersimpan di komputer. Keempat, Bila mahasiswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. Kelima, Baik dosen maupun mahasiswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Keenam, berubahnya peran mahasiswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Ketujuh, Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari kampus.
b.      Kekurangan
E-Learning di STAI Mathali’ul Falah ini belum disosialisasikan secara merata. Sosialisasi baru diberikan kepada mahasiswa baru saja menimbang dosen-dosen STAI Mathali’ul Falah yang masih gaptek dengan komputer. Dengan demikian wajar apabila e-Learningnya tidak ramai.
Berbagai kritik sebagaimana dikemukakan (Bullen, 2001, Beam, 1997) nampaknya relevan disampaikan kembali, antara lain: Pertama, Kurangnya interaksi antara dosen dan mahasiswa atau bahkan antar mahasiswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran dosen dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT. Kelima, mahasiswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet. Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan internet. Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

Selasa, 07 Desember 2010

FILSAFAT JAWA

Disusun oleh:
Muhammad Aqib Abdul Jalil
Alfashohah Ukhrowi
Abdurrahman Aziz
Ahmad Junaidi
Nur Khasanah
Atik Sufiyati

PENDAHULUAN

A. Latar Belakng
      Bicara tentang Filsafat Jawa, rasanya negara ini tak pernah lepas dari itu, banyak ramalan-ramalan para kinasih yang menjadi kenyataan di era sekarang. Dan dari sekian ramalan-ramalan itu banyak yang menjadi bahan diskusi baik oleh para pelajar ataupun para cerdik pandai. Pemerintahan negeri ini pun tak pernah lepas dari filsafat Jawa. Demokrasi adalah salah satu warisan dari leluhur kita, yang mungkin tahu apa yang akan terjadi dengan negara ini. Saat ini kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat- filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat.
Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, dan masih banyak ajaran-ajaran dalam filsafat jawa lainya yang akan dibahas dalam uraian nanti terutama dalam mencapai kearifan dan kesuksesan untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan hidup bermandiri.

B. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, penulis ingin mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa pengertian filsafat jawa ?
2) Bagaimana ajaran-ajaran dalam filsafat jawa ?
3) Apakah filsafat jawa membawa kearifan seseorang ?
4) Apa hubungan antara kesuksesan dengan filsafat jawa ?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Jawa
Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Semua manusia yang normal senantiasa ditandai dengan kegiatannya yang sangat khas yaitu kegiatan berfikir. Maka kegiatan berfikir inilah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk yang lainnya. Namun tak semua kegiatan berfikir disebut kegiatan berfilsafat. Dalam kehidupan sehari-hari ini saja banyak hal dapat kita jadikan filsafat, asal kita mampu berfikir.
Dalam tugas filsafat popular ini saya akan mencoba membahas mengenai filsafat jawa yang belakangan mulai dilupakan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak pesan yang disampaikan melalui filsafat jawa. Yang akan saya sampaikan disini adalah satu dari sekian banyak filsafat jawa.
Disini saya akan membahas mengenai alat pembajak yang tradisional yang masih sering digunakan oleh petani jawa dalam membajak sawahnya ternyata memiliki arti dalam kehidupan.
a) Dalam membajak seorang petani membutuhkan dua kerbau, kenapa selalu dua? Karena mereka saling melengkapi, tanpa satu diantaranya maka kegiatan membajak tidak akan berjalan. Demikian dalam maknanya dalam kehidupan, sepasang kerbau memiliki arti bahwa dalam kehidupan ini selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada kiri ada kanan, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam hal berpasangan, Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan.
b) Kemudian diantara dua kerbau ada tali yang menghubungkan, dalam kehidupan tali itu diartikan sebagai penghbung antara keduanya sehingga selalu seimbang.
c) Kemudian dalam alat pembajak juga ada alat pengendali kedua kerbau yang hanya ada satu dan menghadap ke atas, dalam kehidupan alat pengendali ini memiliki arti bahwa dalam melakukan kegiatan apapun ada yang mengendalikan kita, dan pengendali itu hanya ada satu, yaiu yang diatas, sehingga dengan adanya pengendali ini kita akan selalu ingat terhadap yang diatas.
d) Pembajaknya, bagi petani bajak disini berfungsi sebagai alat pembajak tanah sehingga tanah tersebut menjadi subur, demikian pula dalam kehidupan nyata, kesejahtaraan hidup akan tercipta bila masing-masing individu memiliki kesadaran.
e) Tanah, tanah sendiri memilikiarti dalam kehidupan. Jika dalam pertanian tanah yang dibajak adalah dibolak-balik supaya menjadi subur, maka dalam kehidupan nyata, tanah yang dibolak-balimadalah menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi dalam kehidupan juga dibolak-balik, bila kita tidak mampu bertahan maka akan ikut terbawa arus, sedangkan yang mampu membatasi dan bertahan maka akan berhasil.
f) Selain yang diatas juga ada alat pemukul kerbau, dalam kehidupan nyata alat pemukul ini memiliki makna sebagai penggerak sekaligus penyemangat dalam melakukan kegiatan atau aktifitas apapun.
g) Yang terakhir adalah, alat yang digunakan untuk menutupi atau membungkus mulut kerbau, bila dalam pertanian alat ini untuk mencegah supaya kerbau tidak memakan saat sedang bekerja, dalam kehidupan memiliki makna bahwa agar kita tidak rakus sehingga ada pembatasan yang mampu mencegah manusia agar tidak rakus, displin, dan tidak mengambil yang bukan haknya.

B. Ajaran-Ajaran Dalam Filsafat Jawa
Di dalam tulisan Dr. Abdullah Ciptoprawiro dalam buku Filsafat Jawa. Beliau mengatakan bahwa isi buku itu menjadi sangat penting karena didalamnya merumuskan adanya sistem filsafat jawa. Beliau melihat bentuk pemikiran di Jawa dari jaman ke jaman, mulai masa pra-sejarah, sampai masa kemerdekaan Indonesia terdapat pola-pola universal yang mendasari filsafat jawa. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa pola universal itu adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kasunyatan. Oleh karena itu, pada era reformasi, dan demokratisasi pola-pola pemikiran yang universal itu bisa dipastikan tetap ada.
Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan. Usaha untuk memperoleh kesempurnaan atau kearifan. itu tidak saja harus bersifat rasional dan empiris tetapi juga harus mengandung unsur rasa yang menjadi ciri khasnya.
Kearifan yang terkandung dalam filsafat jawa dapat di cotohkan dengan etika dalam kebatinan orang jawa yang terdapat dalam serat pepali ki Ageng Sela. Menurut Ki Ageng Sela hidup di dunia harus di dasari degan keutamaan / keluhuran. Sedangkan untuk mencapai sebbuah keluhuran da keutamaan dapat diusahaka dengaan memperhatikan sikap sebagai berikut:
a. Sembada
Dalam kebudayaan jawa, sembada adalah sikap manusia yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bagi orang jawa, orang akan dipandang rendah ketika “ora sembodo”. Misalnya jika ia memang sanggup melakukan sesuatu hendaknya bisa melakukan meskipun dengan susah payah.
b. Sabar-Andhap Ashar
Sabar mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilalksanakan. Dalam kata sabar terkandung suasana hati tenang dan terkendali \, yaitu dapat mengalahkan sesuatu yang sangat besar dan sulit yang dapat mengantarkan keluhuran atau keutamaaqn seseorang. Andhap asar atau rendah hati biasanya adalah orang yang mau mengalah terhadap orang lain, yang juga dibutuhkan seseorang untuk mencapai keluhuran.
c. Suka
Keluhuarn seseorang tidaklah muncul secara otomatis, setapak demi setapak harus dilakukan dengan laku prihatin, misalnya denagn mengurangi nafsu makan dan tidur. Laku prihatin tersebut dapat lebih sempurna jika disertai dengan suka “gembira”. Karena mengarjakan sesuatu jika tidak didasari oleh kegambiraan tidak akan pernah menghasilka sesuatu yang baik.
d. Karep
Dalam kehidupan, manusia senantiasa mempunyai karep atau keinginan, baik keinginan jahat maupun keinginan baik. Oleh karena itu Ki Ageng Sela menasehati agar manusia memiliki sikap etis yang sesuai dengan nilai kejawen, yaitu senang dengan kebaikan. Menurut Abdullah (1996: 26) keinginan baik akan selalu berhadapan dengan keinginan buruk untuk menjelmakan prilaku manusia. Dan manusia diharapkan tidak menganggap sesame manusia adalah musuh.
e. Dalan Padhang
Seseorang haruslah menyingkirkan sesuatu yang negative dalam hidupnya. Diibaratkan menyingkirkan perdu-perdu, duri atau lumut yang ada dijalan agar tidak membuat seseorang menjadi celaka misalnya dapat diwujudkan denagn memberikan sedekah kepada orang miskin, memberi petunjuk kepada orang bingungdan dilaksanakan dengan senang hati, tidak ada paksaan.
f. Jiguh, ragu-ragu
Orang yang jiguh adalah orang yang menemui kesulitan yang muncul karena tidak dapat memutuskkan perkara dengan baik dan tepat. Dan kita harus dapat berlaku cerdik. Kalau kita tidak dapat mengambil sikap yang tepat kita akan terlambat sehingga ketika mati kita tidak akan dapat memanfaatkan apa yang telah kita cari dan kita dapatkan. Ada persoalan yang lebih tidak boleh disikapi denag ragu-ragu yaitu kehidupan akhirat. Dan hidup haruslah seimbang antara dunia dan akhirat.
g. Ngutuh-Kumed, tak tahu malu-pelit
Orang yang tak tahu malu akan dijauhi oleh sesamanyakarena tidak pernah mau memperhatikan bahwa ia kan mati. Ia hanya berpikiran bahwa orang yang rilan (suka memberi) pasti akan melarat. Karena kekayaan duni tidak akan pernah habis jika memang dipergunakan untuk menolong manusia.
C. Filsafat Jawa Membawa Kearifan Seseorang.
Kearifan merupakan sebuah kemauan untuk melihat rambu-rambu (hukum alam yang diciptakan Sang Pencipta, yang mau tidak mau kita akan tunduk kepadanya), kemauan merasakan, melihat, menggagas, dan kemudian patuh terhadap rambu-rambu itu. Manusia diciptakan memiliki akal untuk bebas manantukan pilihan. Tetapi apapun pilihan manusia akan selalu tunduk pada aturan main hokum almnya. Itulah yang dinamakan kearifan yaitu kemauan manusia untuk melihat dan bertindak sesuai alur hokum alam Sang Pencipta. Keraifan merupakan hasil dari filsafat Jawa, sedangkan kearifan sendiri dapat dilihat dalam berbagai hal diantaranya adalah:
a) Kearifan Melihat Pertanda Alam
Ketika kita mendengar dongeng legenda atau kisah-kisah sejarah zaman dahulu, bahwa kita itu orang begitu tinggi kepekaannya terhadap apa yang terjadi dengan alam. Mereka terbiasa menggagas kejadian alam dan mengurai maknanya. Untuk menganalisa kira-kira apa yang harus dilakukan sebuah kejadian. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah kepekaan semut. Seperti saat menjelang musim penghujan tiba, banyak semut yang berbondong-bondong berderet bermigrasi dari tanah atau sela-sela ubin, menyusuri dinding, bergerak keatas untuk mencari sarang di sela-sela dinding atau langit-langit. Mungkin kita tidak pernah tau pertanda apa yang diterima pengindraan semut, sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah ke atas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah keatas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, maka tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga sebelum hujan tiba mereka memindahkan komunitasnya ketempat yang lebih tinggi.
Dengan begitu sebenarnya telah memberikan penglihatan pentingnya sebuah pertanda alam, sehingga bisa memberikan kita pertimbangan-pertimbangan untuk melagkah dalam kehidupan.

b) Kearifan Dalam Menggapai Tujuan.
Kearifan melihat pertanda alam adalah upaya kita untuk melihat manusia sebagai bagian dari alam yang selalu berubah dan patuh pada keberulangan. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran kita bahwa mausia ada yang menciptakan yaitu Tuhan Sang Pencipta. Kemudian dalam menjalani hidupi dunia ini, manusia harus melangkah. Arah inilah yang selalu menjaga kita agar tidak keluar dari koridor tujuan hidup kitadan konsisten menuju tuuan tersebut. Untuk itu, manusia harus bisa membiasakan diri untuk bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Apa misi dan visinya pada kehidupan di dunia ini. Kearifan ini adalah cermin dari sebuah gagasan pentingnya sebuah tujuan, visi dan misi, baik secara individu maupun kelompok.

D. Hubungan Antara Kesuksesan Dengan Filsafat Jawa
Kesuksesan mempunyai arti keberhasilan atau keberuntungan, dalam kamus umum bahasa indonesiayang disusun oleh W, J, S, purwadarminto, filsafat jawa mengatakan bahwa dalam menggapai sukses adalah sebuah semangat untuk melihat bahwa sebuah kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri, seperti sebuah analogi seseorang yang berangkat dari serabaya menuju jakarta.
Surabaya adalah titik awal potert kehidupanya saat ini, sedang jakarta adalah tempat tujuan yang menjadi tolak ukur keberhasilanya. Semua orang sepakat bahwa ketika dia mencapai jakarta maka dia berhasil menjadi orang yang sukses. Tapi ketika diketahui bahwa disepanjang perjalanan surabaya menuju jakarta banyak rintangan yang harus dilalui. Maka dari itu, orang ini bukanlah sukses yang sesungguhnya jika tidak bisa melalui rintangan dalam perjalanan tersebut. Katakan sukses ketika perjalanan dari surabaya ke jakarta dia mampu melaui atau melewati segala rintang dengan baik. Misalnya, menaati rambu-rambu lalu lintas disepanjang jalan.sama halnya kajadian oarang yang dianggap sukses dengan kekayaanya, seperti tak ada gunanya lagi ketika kesuksesan itu ketika dia terindikasi melakukan tindakan pidana korupsi, atau kesuksesan yang didapat dengan gelar pendidkan yang diperoleh, tiba-tiba sukses itu seperti tak ada artinya ketika orang tahu bahwa ijazah esarjanaanya palsu, atau juga ketika dianggap sukses mencapai jabatan tertentu, orang kemudian bisa mempertanyakan kesuksesan yang dicapainya, ketika sukses dia menyalah gunakan wewenang atau jabatan tersebut.




















PENUTUP
A. KESIMPULAN
dari semua yang telah disampaikan penulis di atas dapat disimpilkan bahwa filsafat jawa mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran adiluhung tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa berupa serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran adiluhung tersebut akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah keutamaan, kesempurnaan dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifa kearifan tersebut seseorang akan memperoleh kesuksesan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.
kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Dani Priyo. Pandangan Hidup Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2004.
Amrih, Pitoyo. Ilmu Kearian Jawa. Yogyakarta : Pinus, 2008.
Arwan. Filsafat Jawa,www.blogspot.com, 3 Januari 2010.
bharatayudha.www.multiply.com/reviews/item/60, 3 Januari 2010

Followers

About Me

Foto Saya
Ahmad Ulin Na'im
wedarijaksa, pati, Indonesia
Halo.... yang di sana jangan bengong aja yaa....
Lihat profil lengkapku

Links

Status YM

Cari di blog ini

Cuap-Cuap

Tamu