FILSAFAT JAWA

Disusun oleh:
Muhammad Aqib Abdul Jalil
Alfashohah Ukhrowi
Abdurrahman Aziz
Ahmad Junaidi
Nur Khasanah
Atik Sufiyati

PENDAHULUAN

A. Latar Belakng
      Bicara tentang Filsafat Jawa, rasanya negara ini tak pernah lepas dari itu, banyak ramalan-ramalan para kinasih yang menjadi kenyataan di era sekarang. Dan dari sekian ramalan-ramalan itu banyak yang menjadi bahan diskusi baik oleh para pelajar ataupun para cerdik pandai. Pemerintahan negeri ini pun tak pernah lepas dari filsafat Jawa. Demokrasi adalah salah satu warisan dari leluhur kita, yang mungkin tahu apa yang akan terjadi dengan negara ini. Saat ini kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat- filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat.
Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, dan masih banyak ajaran-ajaran dalam filsafat jawa lainya yang akan dibahas dalam uraian nanti terutama dalam mencapai kearifan dan kesuksesan untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan hidup bermandiri.

B. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, penulis ingin mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa pengertian filsafat jawa ?
2) Bagaimana ajaran-ajaran dalam filsafat jawa ?
3) Apakah filsafat jawa membawa kearifan seseorang ?
4) Apa hubungan antara kesuksesan dengan filsafat jawa ?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Jawa
Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Semua manusia yang normal senantiasa ditandai dengan kegiatannya yang sangat khas yaitu kegiatan berfikir. Maka kegiatan berfikir inilah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk yang lainnya. Namun tak semua kegiatan berfikir disebut kegiatan berfilsafat. Dalam kehidupan sehari-hari ini saja banyak hal dapat kita jadikan filsafat, asal kita mampu berfikir.
Dalam tugas filsafat popular ini saya akan mencoba membahas mengenai filsafat jawa yang belakangan mulai dilupakan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak pesan yang disampaikan melalui filsafat jawa. Yang akan saya sampaikan disini adalah satu dari sekian banyak filsafat jawa.
Disini saya akan membahas mengenai alat pembajak yang tradisional yang masih sering digunakan oleh petani jawa dalam membajak sawahnya ternyata memiliki arti dalam kehidupan.
a) Dalam membajak seorang petani membutuhkan dua kerbau, kenapa selalu dua? Karena mereka saling melengkapi, tanpa satu diantaranya maka kegiatan membajak tidak akan berjalan. Demikian dalam maknanya dalam kehidupan, sepasang kerbau memiliki arti bahwa dalam kehidupan ini selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada kiri ada kanan, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam hal berpasangan, Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan.
b) Kemudian diantara dua kerbau ada tali yang menghubungkan, dalam kehidupan tali itu diartikan sebagai penghbung antara keduanya sehingga selalu seimbang.
c) Kemudian dalam alat pembajak juga ada alat pengendali kedua kerbau yang hanya ada satu dan menghadap ke atas, dalam kehidupan alat pengendali ini memiliki arti bahwa dalam melakukan kegiatan apapun ada yang mengendalikan kita, dan pengendali itu hanya ada satu, yaiu yang diatas, sehingga dengan adanya pengendali ini kita akan selalu ingat terhadap yang diatas.
d) Pembajaknya, bagi petani bajak disini berfungsi sebagai alat pembajak tanah sehingga tanah tersebut menjadi subur, demikian pula dalam kehidupan nyata, kesejahtaraan hidup akan tercipta bila masing-masing individu memiliki kesadaran.
e) Tanah, tanah sendiri memilikiarti dalam kehidupan. Jika dalam pertanian tanah yang dibajak adalah dibolak-balik supaya menjadi subur, maka dalam kehidupan nyata, tanah yang dibolak-balimadalah menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi dalam kehidupan juga dibolak-balik, bila kita tidak mampu bertahan maka akan ikut terbawa arus, sedangkan yang mampu membatasi dan bertahan maka akan berhasil.
f) Selain yang diatas juga ada alat pemukul kerbau, dalam kehidupan nyata alat pemukul ini memiliki makna sebagai penggerak sekaligus penyemangat dalam melakukan kegiatan atau aktifitas apapun.
g) Yang terakhir adalah, alat yang digunakan untuk menutupi atau membungkus mulut kerbau, bila dalam pertanian alat ini untuk mencegah supaya kerbau tidak memakan saat sedang bekerja, dalam kehidupan memiliki makna bahwa agar kita tidak rakus sehingga ada pembatasan yang mampu mencegah manusia agar tidak rakus, displin, dan tidak mengambil yang bukan haknya.

B. Ajaran-Ajaran Dalam Filsafat Jawa
Di dalam tulisan Dr. Abdullah Ciptoprawiro dalam buku Filsafat Jawa. Beliau mengatakan bahwa isi buku itu menjadi sangat penting karena didalamnya merumuskan adanya sistem filsafat jawa. Beliau melihat bentuk pemikiran di Jawa dari jaman ke jaman, mulai masa pra-sejarah, sampai masa kemerdekaan Indonesia terdapat pola-pola universal yang mendasari filsafat jawa. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa pola universal itu adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kasunyatan. Oleh karena itu, pada era reformasi, dan demokratisasi pola-pola pemikiran yang universal itu bisa dipastikan tetap ada.
Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan. Usaha untuk memperoleh kesempurnaan atau kearifan. itu tidak saja harus bersifat rasional dan empiris tetapi juga harus mengandung unsur rasa yang menjadi ciri khasnya.
Kearifan yang terkandung dalam filsafat jawa dapat di cotohkan dengan etika dalam kebatinan orang jawa yang terdapat dalam serat pepali ki Ageng Sela. Menurut Ki Ageng Sela hidup di dunia harus di dasari degan keutamaan / keluhuran. Sedangkan untuk mencapai sebbuah keluhuran da keutamaan dapat diusahaka dengaan memperhatikan sikap sebagai berikut:
a. Sembada
Dalam kebudayaan jawa, sembada adalah sikap manusia yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bagi orang jawa, orang akan dipandang rendah ketika “ora sembodo”. Misalnya jika ia memang sanggup melakukan sesuatu hendaknya bisa melakukan meskipun dengan susah payah.
b. Sabar-Andhap Ashar
Sabar mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilalksanakan. Dalam kata sabar terkandung suasana hati tenang dan terkendali \, yaitu dapat mengalahkan sesuatu yang sangat besar dan sulit yang dapat mengantarkan keluhuran atau keutamaaqn seseorang. Andhap asar atau rendah hati biasanya adalah orang yang mau mengalah terhadap orang lain, yang juga dibutuhkan seseorang untuk mencapai keluhuran.
c. Suka
Keluhuarn seseorang tidaklah muncul secara otomatis, setapak demi setapak harus dilakukan dengan laku prihatin, misalnya denagn mengurangi nafsu makan dan tidur. Laku prihatin tersebut dapat lebih sempurna jika disertai dengan suka “gembira”. Karena mengarjakan sesuatu jika tidak didasari oleh kegambiraan tidak akan pernah menghasilka sesuatu yang baik.
d. Karep
Dalam kehidupan, manusia senantiasa mempunyai karep atau keinginan, baik keinginan jahat maupun keinginan baik. Oleh karena itu Ki Ageng Sela menasehati agar manusia memiliki sikap etis yang sesuai dengan nilai kejawen, yaitu senang dengan kebaikan. Menurut Abdullah (1996: 26) keinginan baik akan selalu berhadapan dengan keinginan buruk untuk menjelmakan prilaku manusia. Dan manusia diharapkan tidak menganggap sesame manusia adalah musuh.
e. Dalan Padhang
Seseorang haruslah menyingkirkan sesuatu yang negative dalam hidupnya. Diibaratkan menyingkirkan perdu-perdu, duri atau lumut yang ada dijalan agar tidak membuat seseorang menjadi celaka misalnya dapat diwujudkan denagn memberikan sedekah kepada orang miskin, memberi petunjuk kepada orang bingungdan dilaksanakan dengan senang hati, tidak ada paksaan.
f. Jiguh, ragu-ragu
Orang yang jiguh adalah orang yang menemui kesulitan yang muncul karena tidak dapat memutuskkan perkara dengan baik dan tepat. Dan kita harus dapat berlaku cerdik. Kalau kita tidak dapat mengambil sikap yang tepat kita akan terlambat sehingga ketika mati kita tidak akan dapat memanfaatkan apa yang telah kita cari dan kita dapatkan. Ada persoalan yang lebih tidak boleh disikapi denag ragu-ragu yaitu kehidupan akhirat. Dan hidup haruslah seimbang antara dunia dan akhirat.
g. Ngutuh-Kumed, tak tahu malu-pelit
Orang yang tak tahu malu akan dijauhi oleh sesamanyakarena tidak pernah mau memperhatikan bahwa ia kan mati. Ia hanya berpikiran bahwa orang yang rilan (suka memberi) pasti akan melarat. Karena kekayaan duni tidak akan pernah habis jika memang dipergunakan untuk menolong manusia.
C. Filsafat Jawa Membawa Kearifan Seseorang.
Kearifan merupakan sebuah kemauan untuk melihat rambu-rambu (hukum alam yang diciptakan Sang Pencipta, yang mau tidak mau kita akan tunduk kepadanya), kemauan merasakan, melihat, menggagas, dan kemudian patuh terhadap rambu-rambu itu. Manusia diciptakan memiliki akal untuk bebas manantukan pilihan. Tetapi apapun pilihan manusia akan selalu tunduk pada aturan main hokum almnya. Itulah yang dinamakan kearifan yaitu kemauan manusia untuk melihat dan bertindak sesuai alur hokum alam Sang Pencipta. Keraifan merupakan hasil dari filsafat Jawa, sedangkan kearifan sendiri dapat dilihat dalam berbagai hal diantaranya adalah:
a) Kearifan Melihat Pertanda Alam
Ketika kita mendengar dongeng legenda atau kisah-kisah sejarah zaman dahulu, bahwa kita itu orang begitu tinggi kepekaannya terhadap apa yang terjadi dengan alam. Mereka terbiasa menggagas kejadian alam dan mengurai maknanya. Untuk menganalisa kira-kira apa yang harus dilakukan sebuah kejadian. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah kepekaan semut. Seperti saat menjelang musim penghujan tiba, banyak semut yang berbondong-bondong berderet bermigrasi dari tanah atau sela-sela ubin, menyusuri dinding, bergerak keatas untuk mencari sarang di sela-sela dinding atau langit-langit. Mungkin kita tidak pernah tau pertanda apa yang diterima pengindraan semut, sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah ke atas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah keatas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, maka tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga sebelum hujan tiba mereka memindahkan komunitasnya ketempat yang lebih tinggi.
Dengan begitu sebenarnya telah memberikan penglihatan pentingnya sebuah pertanda alam, sehingga bisa memberikan kita pertimbangan-pertimbangan untuk melagkah dalam kehidupan.

b) Kearifan Dalam Menggapai Tujuan.
Kearifan melihat pertanda alam adalah upaya kita untuk melihat manusia sebagai bagian dari alam yang selalu berubah dan patuh pada keberulangan. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran kita bahwa mausia ada yang menciptakan yaitu Tuhan Sang Pencipta. Kemudian dalam menjalani hidupi dunia ini, manusia harus melangkah. Arah inilah yang selalu menjaga kita agar tidak keluar dari koridor tujuan hidup kitadan konsisten menuju tuuan tersebut. Untuk itu, manusia harus bisa membiasakan diri untuk bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Apa misi dan visinya pada kehidupan di dunia ini. Kearifan ini adalah cermin dari sebuah gagasan pentingnya sebuah tujuan, visi dan misi, baik secara individu maupun kelompok.

D. Hubungan Antara Kesuksesan Dengan Filsafat Jawa
Kesuksesan mempunyai arti keberhasilan atau keberuntungan, dalam kamus umum bahasa indonesiayang disusun oleh W, J, S, purwadarminto, filsafat jawa mengatakan bahwa dalam menggapai sukses adalah sebuah semangat untuk melihat bahwa sebuah kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri, seperti sebuah analogi seseorang yang berangkat dari serabaya menuju jakarta.
Surabaya adalah titik awal potert kehidupanya saat ini, sedang jakarta adalah tempat tujuan yang menjadi tolak ukur keberhasilanya. Semua orang sepakat bahwa ketika dia mencapai jakarta maka dia berhasil menjadi orang yang sukses. Tapi ketika diketahui bahwa disepanjang perjalanan surabaya menuju jakarta banyak rintangan yang harus dilalui. Maka dari itu, orang ini bukanlah sukses yang sesungguhnya jika tidak bisa melalui rintangan dalam perjalanan tersebut. Katakan sukses ketika perjalanan dari surabaya ke jakarta dia mampu melaui atau melewati segala rintang dengan baik. Misalnya, menaati rambu-rambu lalu lintas disepanjang jalan.sama halnya kajadian oarang yang dianggap sukses dengan kekayaanya, seperti tak ada gunanya lagi ketika kesuksesan itu ketika dia terindikasi melakukan tindakan pidana korupsi, atau kesuksesan yang didapat dengan gelar pendidkan yang diperoleh, tiba-tiba sukses itu seperti tak ada artinya ketika orang tahu bahwa ijazah esarjanaanya palsu, atau juga ketika dianggap sukses mencapai jabatan tertentu, orang kemudian bisa mempertanyakan kesuksesan yang dicapainya, ketika sukses dia menyalah gunakan wewenang atau jabatan tersebut.




















PENUTUP
A. KESIMPULAN
dari semua yang telah disampaikan penulis di atas dapat disimpilkan bahwa filsafat jawa mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran adiluhung tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa berupa serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran adiluhung tersebut akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah keutamaan, kesempurnaan dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifa kearifan tersebut seseorang akan memperoleh kesuksesan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.
kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Dani Priyo. Pandangan Hidup Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2004.
Amrih, Pitoyo. Ilmu Kearian Jawa. Yogyakarta : Pinus, 2008.
Arwan. Filsafat Jawa,www.blogspot.com, 3 Januari 2010.
bharatayudha.www.multiply.com/reviews/item/60, 3 Januari 2010

Disusun oleh:
Muhammad Aqib Abdul Jalil
Alfashohah Ukhrowi
Abdurrahman Aziz
Ahmad Junaidi
Nur Khasanah
Atik Sufiyati

PENDAHULUAN

A. Latar Belakng
      Bicara tentang Filsafat Jawa, rasanya negara ini tak pernah lepas dari itu, banyak ramalan-ramalan para kinasih yang menjadi kenyataan di era sekarang. Dan dari sekian ramalan-ramalan itu banyak yang menjadi bahan diskusi baik oleh para pelajar ataupun para cerdik pandai. Pemerintahan negeri ini pun tak pernah lepas dari filsafat Jawa. Demokrasi adalah salah satu warisan dari leluhur kita, yang mungkin tahu apa yang akan terjadi dengan negara ini. Saat ini kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat- filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat.
      Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, dan masih banyak ajaran-ajaran dalam filsafat jawa lainya yang akan dibahas dalam uraian nanti terutama dalam mencapai kearifan dan kesuksesan untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan hidup bermandiri.

B. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, penulis ingin mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
  1. Apa pengertian filsafat jawa ?
  2. Bagaimana ajaran-ajaran dalam filsafat jawa ?
  3. Apakah filsafat jawa membawa kearifan seseorang ?
  4. Apa hubungan antara kesuksesan dengan filsafat jawa ?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Jawa
      Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Semua manusia yang normal senantiasa ditandai dengan kegiatannya yang sangat khas yaitu kegiatan berfikir. Maka kegiatan berfikir inilah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk yang lainnya. Namun tak semua kegiatan berfikir disebut kegiatan berfilsafat. Dalam kehidupan sehari-hari ini saja banyak hal dapat kita jadikan filsafat, asal kita mampu berfikir.
      Dalam tugas filsafat popular ini saya akan mencoba membahas mengenai filsafat jawa yang belakangan mulai dilupakan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak pesan yang disampaikan melalui filsafat jawa. Yang akan saya sampaikan disini adalah satu dari sekian banyak filsafat jawa.
Disini saya akan membahas mengenai alat pembajak yang tradisional yang masih sering digunakan oleh petani jawa dalam membajak sawahnya ternyata memiliki arti dalam kehidupan.
a) Dalam membajak seorang petani membutuhkan dua kerbau, kenapa selalu dua? Karena mereka saling melengkapi, tanpa satu diantaranya maka kegiatan membajak tidak akan berjalan. Demikian dalam maknanya dalam kehidupan, sepasang kerbau memiliki arti bahwa dalam kehidupan ini selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada kiri ada kanan, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam hal berpasangan, Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan.
b) Kemudian diantara dua kerbau ada tali yang menghubungkan, dalam kehidupan tali itu diartikan sebagai penghbung antara keduanya sehingga selalu seimbang.
c) Kemudian dalam alat pembajak juga ada alat pengendali kedua kerbau yang hanya ada satu dan menghadap ke atas, dalam kehidupan alat pengendali ini memiliki arti bahwa dalam melakukan kegiatan apapun ada yang mengendalikan kita, dan pengendali itu hanya ada satu, yaiu yang diatas, sehingga dengan adanya pengendali ini kita akan selalu ingat terhadap yang diatas.
d) Pembajaknya, bagi petani bajak disini berfungsi sebagai alat pembajak tanah sehingga tanah tersebut menjadi subur, demikian pula dalam kehidupan nyata, kesejahtaraan hidup akan tercipta bila masing-masing individu memiliki kesadaran.
e) Tanah, tanah sendiri memilikiarti dalam kehidupan. Jika dalam pertanian tanah yang dibajak adalah dibolak-balik supaya menjadi subur, maka dalam kehidupan nyata, tanah yang dibolak-balimadalah menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi dalam kehidupan juga dibolak-balik, bila kita tidak mampu bertahan maka akan ikut terbawa arus, sedangkan yang mampu membatasi dan bertahan maka akan berhasil.
f) Selain yang diatas juga ada alat pemukul kerbau, dalam kehidupan nyata alat pemukul ini memiliki makna sebagai penggerak sekaligus penyemangat dalam melakukan kegiatan atau aktifitas apapun.
g) Yang terakhir adalah, alat yang digunakan untuk menutupi atau membungkus mulut kerbau, bila dalam pertanian alat ini untuk mencegah supaya kerbau tidak memakan saat sedang bekerja, dalam kehidupan memiliki makna bahwa agar kita tidak rakus sehingga ada pembatasan yang mampu mencegah manusia agar tidak rakus, displin, dan tidak mengambil yang bukan haknya.

B. Ajaran-Ajaran Dalam Filsafat Jawa
      Di dalam tulisan Dr. Abdullah Ciptoprawiro dalam buku Filsafat Jawa. Beliau mengatakan bahwa isi buku itu menjadi sangat penting karena didalamnya merumuskan adanya sistem filsafat jawa. Beliau melihat bentuk pemikiran di Jawa dari jaman ke jaman, mulai masa pra-sejarah, sampai masa kemerdekaan Indonesia terdapat pola-pola universal yang mendasari filsafat jawa. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa pola universal itu adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kasunyatan. Oleh karena itu, pada era reformasi, dan demokratisasi pola-pola pemikiran yang universal itu bisa dipastikan tetap ada.
      Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan. Usaha untuk memperoleh kesempurnaan atau kearifan. itu tidak saja harus bersifat rasional dan empiris tetapi juga harus mengandung unsur rasa yang menjadi ciri khasnya.
      Kearifan yang terkandung dalam filsafat jawa dapat di cotohkan dengan etika dalam kebatinan orang jawa yang terdapat dalam serat pepali ki Ageng Sela. Menurut Ki Ageng Sela hidup di dunia harus di dasari degan keutamaan / keluhuran. Sedangkan untuk mencapai sebbuah keluhuran da keutamaan dapat diusahaka dengaan memperhatikan sikap sebagai berikut:
a. Sembada
Dalam kebudayaan jawa, sembada adalah sikap manusia yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bagi orang jawa, orang akan dipandang rendah ketika “ora sembodo”. Misalnya jika ia memang sanggup melakukan sesuatu hendaknya bisa melakukan meskipun dengan susah payah.
b. Sabar-Andhap Ashar
Sabar mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilalksanakan. Dalam kata sabar terkandung suasana hati tenang dan terkendali \, yaitu dapat mengalahkan sesuatu yang sangat besar dan sulit yang dapat mengantarkan keluhuran atau keutamaaqn seseorang. Andhap asar atau rendah hati biasanya adalah orang yang mau mengalah terhadap orang lain, yang juga dibutuhkan seseorang untuk mencapai keluhuran.
c. Suka
Keluhuarn seseorang tidaklah muncul secara otomatis, setapak demi setapak harus dilakukan dengan laku prihatin, misalnya denagn mengurangi nafsu makan dan tidur. Laku prihatin tersebut dapat lebih sempurna jika disertai dengan suka “gembira”. Karena mengarjakan sesuatu jika tidak didasari oleh kegambiraan tidak akan pernah menghasilka sesuatu yang baik.
d. Karep
Dalam kehidupan, manusia senantiasa mempunyai karep atau keinginan, baik keinginan jahat maupun keinginan baik. Oleh karena itu Ki Ageng Sela menasehati agar manusia memiliki sikap etis yang sesuai dengan nilai kejawen, yaitu senang dengan kebaikan. Menurut Abdullah (1996: 26) keinginan baik akan selalu berhadapan dengan keinginan buruk untuk menjelmakan prilaku manusia. Dan manusia diharapkan tidak menganggap sesame manusia adalah musuh.
e. Dalan Padhang
Seseorang haruslah menyingkirkan sesuatu yang negative dalam hidupnya. Diibaratkan menyingkirkan perdu-perdu, duri atau lumut yang ada dijalan agar tidak membuat seseorang menjadi celaka misalnya dapat diwujudkan denagn memberikan sedekah kepada orang miskin, memberi petunjuk kepada orang bingungdan dilaksanakan dengan senang hati, tidak ada paksaan.
f. Jiguh, ragu-ragu
Orang yang jiguh adalah orang yang menemui kesulitan yang muncul karena tidak dapat memutuskkan perkara dengan baik dan tepat. Dan kita harus dapat berlaku cerdik. Kalau kita tidak dapat mengambil sikap yang tepat kita akan terlambat sehingga ketika mati kita tidak akan dapat memanfaatkan apa yang telah kita cari dan kita dapatkan. Ada persoalan yang lebih tidak boleh disikapi denag ragu-ragu yaitu kehidupan akhirat. Dan hidup haruslah seimbang antara dunia dan akhirat.
g. Ngutuh-Kumed, tak tahu malu-pelit
Orang yang tak tahu malu akan dijauhi oleh sesamanyakarena tidak pernah mau memperhatikan bahwa ia kan mati. Ia hanya berpikiran bahwa orang yang rilan (suka memberi) pasti akan melarat. Karena kekayaan duni tidak akan pernah habis jika memang dipergunakan untuk menolong manusia.

C. Filsafat Jawa Membawa Kearifan Seseorang.
      Kearifan merupakan sebuah kemauan untuk melihat rambu-rambu (hukum alam yang diciptakan Sang Pencipta, yang mau tidak mau kita akan tunduk kepadanya), kemauan merasakan, melihat, menggagas, dan kemudian patuh terhadap rambu-rambu itu. Manusia diciptakan memiliki akal untuk bebas manantukan pilihan. Tetapi apapun pilihan manusia akan selalu tunduk pada aturan main hokum almnya. Itulah yang dinamakan kearifan yaitu kemauan manusia untuk melihat dan bertindak sesuai alur hokum alam Sang Pencipta. Keraifan merupakan hasil dari filsafat Jawa, sedangkan kearifan sendiri dapat dilihat dalam berbagai hal diantaranya adalah:
a) Kearifan Melihat Pertanda Alam
Ketika kita mendengar dongeng legenda atau kisah-kisah sejarah zaman dahulu, bahwa kita itu orang begitu tinggi kepekaannya terhadap apa yang terjadi dengan alam. Mereka terbiasa menggagas kejadian alam dan mengurai maknanya. Untuk menganalisa kira-kira apa yang harus dilakukan sebuah kejadian. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah kepekaan semut. Seperti saat menjelang musim penghujan tiba, banyak semut yang berbondong-bondong berderet bermigrasi dari tanah atau sela-sela ubin, menyusuri dinding, bergerak keatas untuk mencari sarang di sela-sela dinding atau langit-langit. Mungkin kita tidak pernah tau pertanda apa yang diterima pengindraan semut, sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah ke atas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah keatas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, maka tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga sebelum hujan tiba mereka memindahkan komunitasnya ketempat yang lebih tinggi.
Dengan begitu sebenarnya telah memberikan penglihatan pentingnya sebuah pertanda alam, sehingga bisa memberikan kita pertimbangan-pertimbangan untuk melagkah dalam kehidupan.

b) Kearifan Dalam Menggapai Tujuan.
Kearifan melihat pertanda alam adalah upaya kita untuk melihat manusia sebagai bagian dari alam yang selalu berubah dan patuh pada keberulangan. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran kita bahwa mausia ada yang menciptakan yaitu Tuhan Sang Pencipta. Kemudian dalam menjalani hidupi dunia ini, manusia harus melangkah. Arah inilah yang selalu menjaga kita agar tidak keluar dari koridor tujuan hidup kitadan konsisten menuju tuuan tersebut. Untuk itu, manusia harus bisa membiasakan diri untuk bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Apa misi dan visinya pada kehidupan di dunia ini. Kearifan ini adalah cermin dari sebuah gagasan pentingnya sebuah tujuan, visi dan misi, baik secara individu maupun kelompok.

D. Hubungan Antara Kesuksesan Dengan Filsafat Jawa
      Kesuksesan mempunyai arti keberhasilan atau keberuntungan, dalam kamus umum bahasa indonesiayang disusun oleh W, J, S, purwadarminto, filsafat jawa mengatakan bahwa dalam menggapai sukses adalah sebuah semangat untuk melihat bahwa sebuah kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri, seperti sebuah analogi seseorang yang berangkat dari serabaya menuju jakarta.
      Surabaya adalah titik awal potert kehidupanya saat ini, sedang jakarta adalah tempat tujuan yang menjadi tolak ukur keberhasilanya. Semua orang sepakat bahwa ketika dia mencapai jakarta maka dia berhasil menjadi orang yang sukses. Tapi ketika diketahui bahwa disepanjang perjalanan surabaya menuju jakarta banyak rintangan yang harus dilalui. Maka dari itu, orang ini bukanlah sukses yang sesungguhnya jika tidak bisa melalui rintangan dalam perjalanan tersebut. Katakan sukses ketika perjalanan dari surabaya ke jakarta dia mampu melaui atau melewati segala rintang dengan baik. Misalnya, menaati rambu-rambu lalu lintas disepanjang jalan.sama halnya kajadian oarang yang dianggap sukses dengan kekayaanya, seperti tak ada gunanya lagi ketika kesuksesan itu ketika dia terindikasi melakukan tindakan pidana korupsi, atau kesuksesan yang didapat dengan gelar pendidkan yang diperoleh, tiba-tiba sukses itu seperti tak ada artinya ketika orang tahu bahwa ijazah esarjanaanya palsu, atau juga ketika dianggap sukses mencapai jabatan tertentu, orang kemudian bisa mempertanyakan kesuksesan yang dicapainya, ketika sukses dia menyalah gunakan wewenang atau jabatan tersebut.

KESIMPULAN
      Dari semua yang telah disampaikan penulis di atas dapat disimpilkan bahwa filsafat jawa mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran adiluhung tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa berupa serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran adiluhung tersebut akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah keutamaan, kesempurnaan dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifa kearifan tersebut seseorang akan memperoleh kesuksesan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.
      Kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Dani Priyo. Pandangan Hidup Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2004.
Amrih, Pitoyo. Ilmu Kearian Jawa. Yogyakarta : Pinus, 2008.
Arwan. Filsafat Jawa,www.blogspot.com, 3 Januari 2010.
bharatayudha.www.multiply.com/reviews/item/60, disurfing 3 Januari 2010.

MUNCULNYA BERBAGAI ALIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
      Teologi, sebagaimana diketahui membahas ajaran-ajaran dari suatu agama. Setiap orang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat yang tidak mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman. Dalam Alqur`an pun sudah dijelaskan untuk mendalami agama secara penuh,” Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam keseluruhan dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
      Dalam istilah arab ajaran-ajaran dasar itu disebut usul Addin dan oleh karena itu buku yang membahasa soal-soal teologi dalam islam selalu diberi nama kitab Usul Addin oleh para pengarangnya. Ajaran-ajaran itu disebut jjuga `Aqa`id atau keyakinan. Dan agama itu tidak akan lurus kecuali didasari dengan aqidah yang benar dan amal yang shahih. Hal itu dapat terealisasikan dengan berpegang teguh kepada kitab sici Al-Qur`an dan Hadits Nabi Muhammad SAW.
      Teologi dalam islam disebut juga `Ilm At-tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau Esa. Ke-Esa-an yang dalam pandangan islam, sebagai agama yang monoteisme, merupakan sifat yang terpenting diantara sifat-sifat tuhan. Selanjutnya teologi islam disebut juga Ilm Kalam. Kalam adalah kata-kata, maka yang dimaksud kalam ialah sabda Tuhan.


2. PEMBATASAN MASALAH
      Teologi mempunyai sudut pandang yang blebih luas dibandingkan dengan ilmu fiqih. Karena teologi tidak hanya membahas tentang ketuhanan saja, tapi juga soal iman dan kufur yang mana mempunyai keterangan yang sangat luas. Makadari itu dalam pembatasan masalah pada kali ini akan membahas sebagai berikut:
  1. Apa pengertian teologi islam?
  2. Bagaiman sejarah timbulnya teologi islam ?
  3. Sebutkan beberapa contoh aliran teologi dalam islam?

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN TEOLOGI ISLAM
      Akhir-akhir ini banyak sekali aliran-aliran islam, khususnya di Indonesia. Seperti contoh aliran Ahmadiyah, yang oleh kelompok islam garis keras dihancurkan tempat peribadatannya dan oleh MUI dikatakan sebagai aliran sesat. Dan apakah seperti itu yang bias disebut aliran teologi dalam islam. Ternyata tidak semudah itu untuk disebut sebagai teologi Islam. Sebelum kita membahas lebih lanjut, kita akan membahas dulu tentang pengertian teologi Islam.
      Ada banyak sekali pengertian mengenai teologi Islam menurut beberapa pemikir. Diantaranya dari Fergilius Ferm yaitu seorang ahli Ilmu agam,a mengatakan : The disclipine which concern god (or the Deviniti Reality) and Gods relation to the world (teologi ialah pemikiran sistematis yang berhubungan dengan alam semesta). Tetapi kita harus membahas dulu menurut segi Etimologi atau bahasa maupun Terminologi atau Istilah. Teologi terdiri atas dua kata yaitu Theos yang artinya tuhan dan liogos tyang artinya Ilmu. Jadi teologi bias disebut juga dengan Ilmu tuhan atau disebut ilmun ketuhanan.
      Dalam kamus New English Dictinary juga menerangkan tentang teologi yang diseusun oleh Collins sebagai berikut : the science which treats of the facts and phenomena of religion and the relation between God and men ( ilmu yang yang membahas fakta-fakta dan gejala-gejala agama serta hubungan-hubungan antara tuhan dan manusia). Jadi secara garis besaa teologi adalah ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama.
      Setiap manusia pastilah ingin menetahui lebih dalam tentang seluk beluk agamanya sehingga tidak mudah goyang ketika muncul aliran-aliran baru yang mungkin akan timbul dikemudian hari. Dan mereka dapat mempunyai keyakinan-keyakinan uyang berdasarkan pada landasan yang kuat sehingga tidak menjadi seorang yang taqlid buta.

2. SEJARAH MUNCULNYA TEOLOGI ISLAM
      Islam adalah agama yang sebenarnya mempunyai sebuah pegangan beragama yaitu Al-Qur`an dan Hadits. Dalam segala persoalan Al-Qur`an dan Hadits rosul dapat menjelaskan dan menyelesaikan persoalan tersebut. Baik dalam bidang social bermasyarakat atau bermuamalat, bidang politik, ekonomi dan apaloagi soal keyakinan atau tauhid. Akan tetapi untuk menjawab persoalan tersebut, Al-Qur`an masih harus dipelajari denagn sangat lebih dalam karena masih banyak ayat-ayat Al-Qur`an yang menerangkan sesuatu secara global dan belun terperinci.Al-Qur`an dan hadits Nabi sendiri banyak berisi pembicaraan tentang wujud tuhan, keagunagn tuhan dan Ke-Esa-AnNya. Dalam Aql-Qur`an sendiri juga banyak menyebutkan tentang sifat-sifat tuhan, yang mana sebagian bertalian dengan dzat Tuhan sendiri dan sebagian lagi menyatakan semacam hubungan dengan makhluk-Nya, seperti Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha memberi Rizqi dan lain sebagainya.
      Tetapi anehnaya, persoalan yang pertama kali muncul bukanlah tentang tauhid atau teologi, melainkan dalam bidang politik. Dan persoalan dalam bidang politik tersebutlah yang menjadi suatu embrio perpecahan umat yang akhirnay mengantarkan kepada munculnya berbagai aliran-aliran teologi dalam islam. Oleh karena itu awal mula munculnnya aliran-aliran teologi dalam islam tidaklah begitun jelas. Karena m,unculnya aliran teologi tersebut melalui beberapa fase. Dan selama kurang lebih 3 abad lamanya melakukan perdebatan, baik antara sesame maupun dengan lawan-lawan dan pemeluk agama lain, kaum muslimin ssampaikepada ilmu yang mejeloaskan dasar-dasar aqidahnya dan jugaa perinci-perinciannya.
      Al-Qur`an sendiri sangat menyarankan umat islam untuk memakai akal pikirannya. Dan juga memperhatikan alam semesta ini dengan panca indra yang dimilikinya. Oleh Karen itu, untukn urusan beragama islam dengan keras mencela seorang yang beragama yang hanya taqlid buta atau ikut-ikutan tentang soal-soal kepercayaan agama. Oleh karena itu umat muslim harus benar-benar melepaskan akal pikirannyauntuk menggali kandungan isi Al-Qur`an dan sunnah Rosul. Pada waktu Rosulullah masih hidup, umat islam dapat menanyaka segala sesuatu persoalan atau kesulitan kepada beliau akan tetapi setelah beliauy wafat mereka tidak bias menanyakannya langsung kepada Riosulullahn. Melainkan kepada para penerus pemimpoin umat, yang mana mereka harus dapat menggali isi Al`Qur`an denga akal pikiran dengan tata cara yng bias dipertanggung jawabkan.
      Setelah Rosulullah wafat, muncullah persoalan politik dikalangan umat islam yaitu tentang Imamah (pimpinan kaumn muslim berikutnya). Dan sejarah merwayatkan bahwa yang menjadi pengganti (sebagain kepala Negara, bukan sebagai Nabi atyau rosul ) adalah Abu Bakar. Dan itupun melalui sebuah perdebatan yag besar oleh para pemuda, sahabat muhajirin dan sahabat anshor.kemudian abu Bakar digantikan oleh Umar Ibn Khottab dan Umar digantikan oleh Utsman bin Affan.
      Dalam pertengahan pemerintahan, Kholifah Usman bin Affan tidak berdaya dalam menghadapi keluarga beliau yang mempunyai ambisi untuk duduk dalam pemerintahan. Banyak keluarga beliau yang menjadi gubernur di beberapa daerah kekuaasaan islam pada saat itu. Dan akibat tindakan Khalifah Usman tersebut banyak para sahabat Nabi yang dulu menyokong beliau sekarang menjauhi beliau. Yang akhirnya khalifah Usman wafat karena dibunuh oleh para pemberontak dari Makkah.
      Setelah khalifah Usman wafat, kekhalifahan digantikan oleh Ali. Dan belum lama memerintah sebagai khalifah, Ali mendapatkan tantangan dari Aisyah, Talhah Dan Zubair. Tetapi tantangn tersebut dapat diselesaikan dengn perang. Dan tantangn berikutnya yaitu dari Mu`awiyah. Mu`awiyah menuduh bahwa Ali turut campur dalam pembunuhan Khalifah Usman karena Muhammad Ibn Abi Bakar (pembunuh Usman) adalah anak angkat dari Ali bin Abi Thalib. Dan khalifah Ali tidak mengambil tindakan keras atas kasus tersebut.
      Selanjutnya Khalifah Ali dan Mu`awiyah melakukan poeperangan di bukit siffin. Yang akhirnaya Khalifah Ali dapat memojokkan Mu`awiyah. Akan tetapi karena kelicikan dari kelompok Muawiyah, yaitu dengan mengangkat Al-Qur`an keatas (tanda-tanda perdamaian), kelompok Ali pecah menjadi dua kelompok. Yaitu kelompok ynag setuju untuk berdamai deng tetap ikut kepada khalifah Ali(Syiah) dan kelompok yang tidak ingin untuk berdamai (Kawarij).
      Demikianlah beberapa persoalan poliitk yang akhirnya memicu terjadinya permasalahan teologi. Yaitu dimulainya persoalan dosa besar karena membunu Khalifah Usman. Dan timbullah persoalah siapa yang kafir dan siapa yang tidak kafir.dalam arti siapa yang masih dalam islam dan siapa yang sudah keluar dalam islam. Dari sinilah awal muncul tiga aliran teologi yaitu yang pertama, Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir (murtad) dan oleh karena itu wajib di bunuh.
      Aliran yang kedua, yaitu Aliran Murji`ah yang menegaskan bahwa orang yang melakukan dosa besar masih dikatakan mukmin, adapun dosa yang dilakukan terserah Allah SWT. Aliran yang ketiga, yaitu Aliran Mu`tazilah yang menyatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar bukan kafir dan juga bukan mukmin, melainkan berada diantaranya (almanzilah bain almanzilah). Dan demikianlah sebenarnya sebuah persoalan fiqh (pertalian dengan manusia) yang mengantarkan menjadi masalah kepercayaan (teologi).

3. BEBERAPA ALIRAN TEOLOGI ISLAM
Pada pembahasan ini akan kami sampaikan beberapa contoh aliran teologi islam diantaranya yaitu:
a. Aliran Mu`tazilah
aliran ini merupakan aliran terbesar dan tertua. Dan juga ikut memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran dunia islam. Ajaran – ajaran pokok aliran ini yaitu; Ke – Esa – an, Keadilan, Janji dan Ancaman, Tempat diantara dua tempat, dan yang terakhir yaitu menyuruh berbuat kebaikan dan melarang segala kemungkaran.
b. Aliran Jabariyah
Kaum ini berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Jadi segala yang dilakukan oleh menusia adalh kehendak tuhan atau sudan menjadi qada dan qadar tuhan secara penuh
c. Aliran Qadariah
Kaum ini sebalkiknya dengan kaum jabariyah, yaitu manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Jadi segala sesuatu yang dilakukan manusia memang atas kehendak dan kekuatan dari menusia tersebut.
d. Ahli sunnah dan jama`ah
Golongan ini timbul atas reaksi paham-paham golongan sebelumnya seperti Mu`tazilah dan qadariyah dan yang lainnya. Golongan ini, salah satunya menjunjung tinggi qaidah attasamukh (toleran) yaitu tidak seperti mu`tazilah yang begitu keras dalam menyiarkan agama. Ahl Sunnah dan Jamaah tidak menjunjung tinggi-tinggi kekuatan manusia dan juga tidak meyerahkan kekuatan sepenuhnya kepada Tuhan.

PENUTUP

KESIMPULAN
Demikianlah pembahasan tentang beberapa aliran teologi dalam islam. Ada yang bercorak liberal dan ada pula yang bercorak tradisional, bahkan ada yang diantara kedua-duanya. Dan setelah mengetahui beberapa aliran teologi dalam islam beserta sejarah singkatnya, di harapkan umat islam dapat mempunyai pandangan lain tentang islam yang tidak hanya dari sudut pandang halal dan haram saja, dan mengnggap islam itu sempit. Ynag mana teologi mempunyai sudut pandang yang lebih luas.
Semua aliran juga berpegang pada wahyu. Sebenarnya perbedaan terdapat pada interpretasi mengenai teks ayat-ayat Al-Qur`an dan Hadits. Dan ini juga seperti perbedaan yang terjadi dalam bidang hokum islam atau Fiqih. Yang selanjutnya menghasilkan beberapa madzhab-madzhab yang berbeda seperti yang dikenal dengan sekarang, yaitu madzhab hanafi, madzhab Maliki, madzhab hambali, dan madzhab Syafi`i.
Pada hakikatnya semua aliran-alairan yang timbul bukanmlah keluar dari islam, tetapi masih tetap dalam islam. Dengan demikian umat islam dapat memillih salah satu dari aliran teologi tersebut menurut jiwa dan pendapatnya. Sebagaimana seseorang memilih madzhab dalam Fiqih. Dari sinilah kellihatan hikmah ucapan dari Nabi Mmuhammad SAW,” Perbedaan paham dikalangan umatku membawa rahmat”. Walaupun begitu kita tetap harus memilih aliran teologi yang paling mendekati dengan pedoman umat islam yaitu Al-Qur`an dan Hadits. Dan dalam konteks ini yaitu Aliran Ahlussunnah Waljama`ah sebagaiman tercantum dalam sebuah hadits.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim, Nashir Al-Aql, Gerakan Dakwah Islam, Darul Haq, 2003.
Iskandar, Noer Al-Barsany, Biografi dan Garis besar Pemikiran Kalam Ahlussunnah Waljama`ah, Raja Grafindo Persada, 2001.
Hanafi, A, Pengantar Teologi Islam, Pustaka Al-Husna Baru, 2003.
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-Aliran sejarah Analisa Perbandingan, UI-Pers, 2008.

SINERGIS ANTARA FILSAFAT, AGAMA, DAN ILMU

      Akar kata Filsafat berasal dari bahasa yunani Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kearifan. Dalam kamus Oxford dikatakan filsafat adalah pencarian pengetahuan, hakikat (sifat dasar), dan makna segala sesuatu. Agama adalah kepercayaan kepada ke Tuhanan, acara berbakti ketuhanan, cara berbakti kepada Tuhan: Beragama: Memeluk agama. Sedangkan keagamaan adalah yang berhubungan dengan agama. Ilmu yaitu pengetahuan atau kepandaian baik yang termasuk jenis kebatinan maupun yang berkenaan dengan keadaan alam, dan sebagainya.
      Ada beberapa pendekatan yang dipilih manusia untuk memahami, mengolah dan menghayati dunia beserta isinya. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah filsafat, ilmu pengetahuan, seni, dan agama. Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti dunia dalam hal makna dan nilai-nilainya. Bidang filsafat sangat luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filasafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Oleh karena itu filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia. Filsafat berusaha untuk menyatukan hasil-hasil ilmu dan pemahaman tentang moral, estetik, dan agama. Para filsuf telah mencari suatu panmdangan tentang hidup secara terpadu, menemukan maknanya serta mencoba memberikan suatu konsepsi yang beralasan tentang alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.

HUBUNGAN ANTARA FILOSOF DAN ILMU
      Sinergisasi antara ilmu dan filsafat yaitu ada hubungan timbale balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiahapabila pembahasannya tidak ingin dikatakan dangka dan keliru. Ilmu sekarang ini dapat menyediakan bagi folsafat besar bahan yang berupa fakta-fakta yuangsangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafat yang tepat sehingga sejalan sengan pengetahuan ilmiah.
      Pada mulanya ilmu yang pertama kali muncul adalah filasafat dan ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat. Sehingga ada ilmu-ilmu yang mengatakan filsafat sebagai “induk” ilmu pengetahuan. Karena objek material ilmu filasafat sangat umum yaitu seluruh kenyataan, pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek material yang khusus hal ini berakibat berpisahnya ilmu dari filsafat. Meskipun dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan yang dimiliki setiap ilmu hal ini menimbulkan batas-batas yang tegas diantara masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman manusia yang luas. Ol;eh karena itu filsafat merupakan suatu bagian dari proses pendidikan secara alami dari makhluk yang berfikir.
      Setiap ilmu memiliki konsep-konsep dan asumsi-asimsi yang bagi ilmu itu sendiri tidak perlu dipersoalkan lagi. Konsep dan ilmu itu diterima dengan begitu saja tanpa dinilai dan dikritik. Terhadap ilmu-ilmu khusus, filsafat, khususnya filsafat ilmu secara kritis menganalisis konsep-konsep dasardan memeriksa asumsi-asumsi dari ilmu-ilmuuntuk memperoleh arti dan validitasnya. Kalau konsep-konsep dari ilmu tidak dijelaskan dan asumsi-asumsi tidak dikuatkan maka hasil-hasil yang dicapai lmu tersebut tanpa memperoleh landasan yang kuat.
      Interaksi antara filsafat dan ilmu-ilmu khusus juga maenyangkut suatu tujuan yang lebih jauh dari filsafat. Filsafat berusaha untuk mengatur hasil-hasil dari berbagai ilmu-ilmu khusus Ke dalam suatu pandangan hidup dan pandangan dunia yang tersatupadukan, komprehensif ndan konsisten. Secara komprehensif artinya tidak ada sesuatu bidang yang berada di luar jangkauan filsafat. Secara konsisten artinya uraian kefilsafatan tidak menyusun pendapat-pendapat yang saling berkontradiksi. Misalnya fisika mendasarkan pada asas bahwa semua benda terikat pada kaidah mekanis (sebab-akibat), akan teapi dalam biologi dapat ditemukan bahwa pada organisme yang lebih tinggi tidak hanya berproses seperti mesin-mesin melainkan juga menunjukan adanya kegiatan yang mengarah pada suatu tujuan (teleologis). Masalah teleologis (bertujuan) ini telah ditangani oleh para filsuf yang mencoba menyusun pandangan yang tersatupadukan (integral) dan komprehensif dalam menjelaskan gejala-gejala alam.

FILSAFAT ISLAM
      Selain kemahaesaan Tuhan, yang dibahas filsuf-filsuf Islam ada pula soal jiwa manusia yang dalam falsafat Islam disebut al-nafs. Filsafat yang terbaik mengenai ini adalah pemikiran yang diberikan Ibn Sina (980-1037M). Sama dengan al-Farabi ia membagi jiwa kepada tiga bagian:
  1. Jiwa tumbuh-tumbuhan yang mempunyai daya makan, tumbuh dan berkembang biak.
  2. Jiwa binatang yang mempunyai daya gerak, pindah dari satu tempat ke tempat, dan daya menangkap dengan pancaindra, yang terbagi dua:
  • (a) Indra luar, yaitu pendengaran, penglihatan, rasa dan raba.
  • (b) Indra dalam yang berada di otak dan terdiri dari:
  • i. Indra bersama yang menerima kesan-kesan yang diperoleh pancaindra.
  • ii. Indra penggambar yang melepaskan gambar-gambar dari materi.
  • iii. Indra pereka yang mengatur gambar-gambar ini.
  • iv. Indra penganggap yang menangkap arti-arti yang terlindung dalam gambar-gambar tersebut.
  • v. Indra pengingat yang menyimpan arti-arti itu.
     3.  Jiwa manusia, yang mempunyai hanya satu daya, yaitu berfikir yang disebut akal. Akal terbagi dua:
a. Akal praktis, yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indra pengingat yang ada dalam jiwa binatang.
b. Akal teoritis, yang menangkap arti-arti murni, yang tak pernah ada dalam materi seperti Tuhan, roh dan malaikat.
Akal praktis memusatkan perhatian kepada alam materi, sedang akal teoritis kepada alam metafisik. Dalam diri manusia terdapat tiga macam jiwa ini, dan jelas bahwa yang terpenting diantaranya adalah jiwa berpikir manusia yang disebut akal itu Akal praktis, kalau terpengaruh oleh materi, tidak meneruskan arti-arti, yang diterimanya dari indra pengingat dalam jiwa binatang, ke akal teoritis. Tetapi kalau ia teruskan akal teoritis akan berkembang dengan baik. Akal teoritis mempunyai empat tingkatan:
1. Akal potensial dalam arti akal yang mempunyai potensi untuk menangkap arti-arti murni.
2. Akal bakat, yang telah mulai dapat menangkap arti-arti murni.
3. Akal aktual, yang telah mudah dan lebih banyak menangkap arti-arti murni.
4. Akal perolehan yang telah sempurna kesanggupannya menangkap arti-arti murni.
      Akal tingkat keempat inilah yang tertinggi dan dimiliki filsuf-filsuf. Akal inilah yang dapat menangkap arti-arti murni yang dipancarkan Tuhan melalui Akal X ke Bumi. Sifat seseorang banyak bergantung pada jiwa mana dari tiga yang tersebut di atas berpengaruh pada dirinya. Jika jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang yang berpengaruh, orang itu dekat menyerupai binatang. Tetapi jika jiwa manusia yang berpengaruh terhadap dirinya maka ia dekat menyerupai malaikat. Dan dalam hal ini akal praktis mempunyai malaikat. Akal inilah yang mengontrol badan manusia, sehingga hawa nafsu yang terdapat di dalamnya tidak menjadi halangan bagi akal praktis untuk membawa manusia kepada kesempurnaan.
      Setelah tubuh manusia mati, yang akan tinggal menghadapi perhitungan di depan Tuhan adalah jiwa manusia. Jiwa tumbuh-tumbuhan dan jiwa binatang akan lenyap dengan hancurnya tubuh kembali menjadi tanah. Jiwa manusia mempunyai wujud tersendiri, yang diciptakan Tuhan setiap ada janin yang siap untuk menerima jiwa. Jiwa berhajat kepada badan manusia, karena otaklah, sebagaimana dilihat di atas, yang pada mulanya menolong akal untuk menangkap arti-arti. Makin banyak arti yang diteruskan otak kepadanya makin kuat daya akal untuk menangkap arti-arti murni. Kalau akal sudah sampai kepada kesempurnaan, jiwa tak berhajat lagi pada badan, bahkan badan bisa menjadi penghalang baginya dalam menangkap arti-arti murni. Jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang lenyap dengan matinya tubuh karena keduanya hanya mempunyai fungsi-fungsi fisik seperti dijelaskan sebelumnya. Kedua jiwa ini, karena telah memperoleh balasan di dunia ini tidak akan dihidupkan kembal di akhirat. Jiwa manusia, berlainan dengan kedua jiwa di atas fungsinya tidak berkaitan dengan yang bersifat fisik tetapi yang bersifat abstrak dan rohani. Karena itu balasan yang akan diterimanya bukan di dunia, tetapi di akhirat. Kalau jiwa tumbuh tumbuhan dan binatang tidak kekal, jiwa manusia adalah kekal. Jika ia telah mencapai kesempurnaan sebelum berpisah dengan badan ia akan mengalami kebahagiaan di akhirat. Tetapi kalau ia berpisah dari badan dalam keadaan belum sempurna ia akan mengalami kesengsaraan kelak.
      Dari paham bahwa jiwa manusialah yang akan menghadapi perhitungan kelak timbul faham tidak adanya pembangkitan jasmani yang juga dikritik al-Ghazali. Demikianlah beberapa aspek penting dari falsafat Islam. Pemurnian konsep tauhid membawa al-Kindi kepada pemikiran Tuhan tidak mempunyai hakikat dan tak dapat diberi sifat jenis (al-jins) serta diferensiasi (al-fasl). Sebagai seorang Mu'tazilah al-Kindi juga tidak percaya pada adanya sifat-sifat Tuhan; yang ada hanyalah semata-mata zat. Pemurnian itu membawa al-Farabi pula kepada falsafat emanasi yang di dalamnya terkandung pemikiran alam qadim, tak bermula dalam zaman dan baqin, tak mempunyai akhir dalam zaman. Karena Tuhan dalam filsafat emanasi tak boleh berhubungan langsung dengan yang banyak dan hanya berfikir tentang diriNya Yang Maha Esa, timbul pendapat bahwa Tuhan tidak mengetahui juz'iat, yaitu perincian yang ada dalam alam ini. Tuhan mengetahui hanya yang bersifat universal. Karena akal I, II dan seterusnyalah yang mengatur planet-planet maka Akal I, II dan seterusnya itulah yang mengetahui juz'iat atau kekhususan yang terjadi di alam ini. Karena inti manusia adalah jiwa berfikir untuk memperoleh kesempurnaan, pembangkitan jasmani tak ada.
      Sebagai orang yang banyak berkecimpung dalam bidang sains para filsuf percaya pula kepada tidak berubahnya hukum alam. Inilah sepuluh dari duapuluh kritikan yang dimajukan al-Ghazali (1058-1111 M) terhadap pemikiran para filsuf Islam. Tiga, diantara sepuluh itu, menurut al-Ghazali membawa mereka kepada kekufuran, yaitu:
  1. Alam qadim dalam arti tak bermula dalam zaman
  2. Pembangkitan jasmani tak ada
  3. Tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di alam.
      Konsep alam qadim membawa kepada kekufuran dalam pendapat al-Ghazali karena qadim dalam filsafat berarti sesuatu yang wujudnya tidak mempunyai permulaan dalam zaman yaitu tidak pernah tidak ada di zaman lampau. Dan ini berarti tidak diciptakan. Yang tidak diciptakan adalah Tuhan. Maka syahadat dalam teologi Islam adalah: la qadima, illallah, tidak ada yang qadim selain Allah. Kalau alam qadim, maka alam adalah pula Tuhan dan terdapatlah dua Tuhan. Ini membawa kepada paham syirk atau politeisme, dosa besar yang dalam al-Qur'an disebut tak dapat diampuni Tuhan. Tidak diciptakan bisa pula berarti tidak perlu adanya Pencipta yaitu Tuhan. Ini membawa pula kepada ateisme. Politeisme dan ateisme jelas bertentangan sekali dengan ajaran dasar Islam tauhid yang sebagaimana dilihat di atas para filsuf mengusahakan Islam memberikan arti semurni-murninya.
      Inilah yang mendorong al-Ghazali untuk mencap kafir filsuf yang percaya bahwa alam ini qadim. Mengenai masalah kedua pembangkitan jasmani tak ada, sedangkan teks ayat-ayat dalam al-Qur'an menggambarkan adanya pembangkitan jasmani itu. Umpamanya ayat 78/9 dari surat Yasin "Siapa yang menghidupkan tulang-tulang yang telah rapuh ini?. Katakanlah: Yang menghidupkan adalah Yang Menciptakannya pertama kali." Maka pengkafiran di sini berdasar atas berlawanannya falsafat tidak adanya pembangkitan jasmani dengan teks al-Qur'an yang adalah wahyu dari Tuhan.
      Pengkafiran tentang masalah ketiga, Tuhan tidak mengetahui perincian yang ada di alam juga didasarkan atas keadaan falsafat itu, berlawanan dengan teks ayat dalam al-Qur'an. Sebagai umpama dapat disebut ayat 59 dari surat al-An'am: Tiada daun yang jatuh yang tidak diketahui-Nya. Pengkafiran al-Ghazali ini membuat orang di dunia Islam bagian timur dengan Baghdad sebagai pusat pemikiran menjauhi falsafat. Apalagi di samping pengkafiran itu al-Ghazali mengeluarkan pendapat bahwa jalan sebenarnya untuk mencapai hakikat bukanlah filsafat tetapi tasawuf.
      Dalam pada itu sebelum zaman al-Ghazali telah muncul teologi baru yang menentang teologi rasional Mu'tazilah. Teologi baru itu dibawa oleh al-Asy'ari (873-935) yang pada mulanya adalah salah satu tokoh teologi rasional. Oleh sebab-sebab yang belum begitu jelas ia meninggalkan paham Mu'tazilahnya dan munculkan sebagai lawan dari teologi Mu'tazilah teologi baru yang kemudian dikenal dengan nama teologi al-Asy'ari. Sebagai lawan dari teologi rasional Mu'tazilah teologi Asy'ari bercorak tradisional.
Corak tradisionalnya dilihat dari hal-hal:
  1. Dalam teologi ini akal mempunyai kedudukan rendah sehingga kaum Asy'ari banyak terikat kepada arti lafzi dari teks wahyu. Mereka tidak mengambil arti tersurat dari wahyu untuk menyesuaikannya dengan pemikiran ilmiah dan filosofis.
  2. Karena akal lemah manusia dalam teologi ini merupakan manusia lemah dekat menyerupai anak yang belum dewasa yang belum bisa berdiri sendiri tetapi masih banyak bergantung pada orang lain untuk membantunya dalam hidupnya.
      Teologi ini mengajarkan paham jabariah atau fatalisme yaitu percaya kepada kada dan kadar Tuhan. Manusia di sini bersikap statis. 3. Pemikiran teologi al-Asy'ari bertitik tolak dari paham kehendak mutlak Tuhan. Manusia dan alam ini diatur Tuhan menurut kehendak mutlakNya dan bukan menurut peraturan yang dibuatnya. Karena itu hukum alam dalam teologi ini, tak terdapat, yang ada ialah kebiasaan alam.
Dengan demikian bagi mereka api tidak sesuai dengan hukum alam selamanya membakar tetapi biasanya membakar sesuai dengan kehendak mutlak Tuhan. Jelas teologi tradisional al-Asy'ari ini tidak mendorong pada berkembangnya pemikiran ilmiah dan filosofis sebagaimana halnya dengan teologi rasional Mu'tazilah. Sesudah al-Ghazali, teologi tradisional inilah yang berkembang di dunia Islam bagian Timur. Tidak mengherankan kalau sesudah zaman al-Ghazali ilmu dan falsafat tak berkembang lagi di Baghdad sebagaimana sebelumnya di zaman Mu'tazilah dan filsuf-filsuf Islam.





DAFTAR PUSTAKA


Beerling, Kwee dkk, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogjakarta: Tiara Wacana, 2003, (cetakan kelima)
Verhaak, dan Imam, Haryono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT Gramedia, 1989.
Mundiri, Logika, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.
Widodo, Sembodo Ardi, Kajian Filosofis (Pendidikan Barat dan Islam), Jakarta: Nimas Multima, 2008, (cetakan ketiga)
Behbehani, Soraya Susan, Ada Nabi dalam Diri, Jakarta: Serambi, 2003, (cetakan kedua)

Powered By Blogger
kangnaim.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 07 Desember 2010

FILSAFAT JAWA

Disusun oleh:
Muhammad Aqib Abdul Jalil
Alfashohah Ukhrowi
Abdurrahman Aziz
Ahmad Junaidi
Nur Khasanah
Atik Sufiyati

PENDAHULUAN

A. Latar Belakng
      Bicara tentang Filsafat Jawa, rasanya negara ini tak pernah lepas dari itu, banyak ramalan-ramalan para kinasih yang menjadi kenyataan di era sekarang. Dan dari sekian ramalan-ramalan itu banyak yang menjadi bahan diskusi baik oleh para pelajar ataupun para cerdik pandai. Pemerintahan negeri ini pun tak pernah lepas dari filsafat Jawa. Demokrasi adalah salah satu warisan dari leluhur kita, yang mungkin tahu apa yang akan terjadi dengan negara ini. Saat ini kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat- filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat.
Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, dan masih banyak ajaran-ajaran dalam filsafat jawa lainya yang akan dibahas dalam uraian nanti terutama dalam mencapai kearifan dan kesuksesan untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan hidup bermandiri.

B. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, penulis ingin mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa pengertian filsafat jawa ?
2) Bagaimana ajaran-ajaran dalam filsafat jawa ?
3) Apakah filsafat jawa membawa kearifan seseorang ?
4) Apa hubungan antara kesuksesan dengan filsafat jawa ?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Jawa
Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Semua manusia yang normal senantiasa ditandai dengan kegiatannya yang sangat khas yaitu kegiatan berfikir. Maka kegiatan berfikir inilah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk yang lainnya. Namun tak semua kegiatan berfikir disebut kegiatan berfilsafat. Dalam kehidupan sehari-hari ini saja banyak hal dapat kita jadikan filsafat, asal kita mampu berfikir.
Dalam tugas filsafat popular ini saya akan mencoba membahas mengenai filsafat jawa yang belakangan mulai dilupakan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak pesan yang disampaikan melalui filsafat jawa. Yang akan saya sampaikan disini adalah satu dari sekian banyak filsafat jawa.
Disini saya akan membahas mengenai alat pembajak yang tradisional yang masih sering digunakan oleh petani jawa dalam membajak sawahnya ternyata memiliki arti dalam kehidupan.
a) Dalam membajak seorang petani membutuhkan dua kerbau, kenapa selalu dua? Karena mereka saling melengkapi, tanpa satu diantaranya maka kegiatan membajak tidak akan berjalan. Demikian dalam maknanya dalam kehidupan, sepasang kerbau memiliki arti bahwa dalam kehidupan ini selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada kiri ada kanan, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam hal berpasangan, Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan.
b) Kemudian diantara dua kerbau ada tali yang menghubungkan, dalam kehidupan tali itu diartikan sebagai penghbung antara keduanya sehingga selalu seimbang.
c) Kemudian dalam alat pembajak juga ada alat pengendali kedua kerbau yang hanya ada satu dan menghadap ke atas, dalam kehidupan alat pengendali ini memiliki arti bahwa dalam melakukan kegiatan apapun ada yang mengendalikan kita, dan pengendali itu hanya ada satu, yaiu yang diatas, sehingga dengan adanya pengendali ini kita akan selalu ingat terhadap yang diatas.
d) Pembajaknya, bagi petani bajak disini berfungsi sebagai alat pembajak tanah sehingga tanah tersebut menjadi subur, demikian pula dalam kehidupan nyata, kesejahtaraan hidup akan tercipta bila masing-masing individu memiliki kesadaran.
e) Tanah, tanah sendiri memilikiarti dalam kehidupan. Jika dalam pertanian tanah yang dibajak adalah dibolak-balik supaya menjadi subur, maka dalam kehidupan nyata, tanah yang dibolak-balimadalah menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi dalam kehidupan juga dibolak-balik, bila kita tidak mampu bertahan maka akan ikut terbawa arus, sedangkan yang mampu membatasi dan bertahan maka akan berhasil.
f) Selain yang diatas juga ada alat pemukul kerbau, dalam kehidupan nyata alat pemukul ini memiliki makna sebagai penggerak sekaligus penyemangat dalam melakukan kegiatan atau aktifitas apapun.
g) Yang terakhir adalah, alat yang digunakan untuk menutupi atau membungkus mulut kerbau, bila dalam pertanian alat ini untuk mencegah supaya kerbau tidak memakan saat sedang bekerja, dalam kehidupan memiliki makna bahwa agar kita tidak rakus sehingga ada pembatasan yang mampu mencegah manusia agar tidak rakus, displin, dan tidak mengambil yang bukan haknya.

B. Ajaran-Ajaran Dalam Filsafat Jawa
Di dalam tulisan Dr. Abdullah Ciptoprawiro dalam buku Filsafat Jawa. Beliau mengatakan bahwa isi buku itu menjadi sangat penting karena didalamnya merumuskan adanya sistem filsafat jawa. Beliau melihat bentuk pemikiran di Jawa dari jaman ke jaman, mulai masa pra-sejarah, sampai masa kemerdekaan Indonesia terdapat pola-pola universal yang mendasari filsafat jawa. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa pola universal itu adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kasunyatan. Oleh karena itu, pada era reformasi, dan demokratisasi pola-pola pemikiran yang universal itu bisa dipastikan tetap ada.
Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan. Usaha untuk memperoleh kesempurnaan atau kearifan. itu tidak saja harus bersifat rasional dan empiris tetapi juga harus mengandung unsur rasa yang menjadi ciri khasnya.
Kearifan yang terkandung dalam filsafat jawa dapat di cotohkan dengan etika dalam kebatinan orang jawa yang terdapat dalam serat pepali ki Ageng Sela. Menurut Ki Ageng Sela hidup di dunia harus di dasari degan keutamaan / keluhuran. Sedangkan untuk mencapai sebbuah keluhuran da keutamaan dapat diusahaka dengaan memperhatikan sikap sebagai berikut:
a. Sembada
Dalam kebudayaan jawa, sembada adalah sikap manusia yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bagi orang jawa, orang akan dipandang rendah ketika “ora sembodo”. Misalnya jika ia memang sanggup melakukan sesuatu hendaknya bisa melakukan meskipun dengan susah payah.
b. Sabar-Andhap Ashar
Sabar mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilalksanakan. Dalam kata sabar terkandung suasana hati tenang dan terkendali \, yaitu dapat mengalahkan sesuatu yang sangat besar dan sulit yang dapat mengantarkan keluhuran atau keutamaaqn seseorang. Andhap asar atau rendah hati biasanya adalah orang yang mau mengalah terhadap orang lain, yang juga dibutuhkan seseorang untuk mencapai keluhuran.
c. Suka
Keluhuarn seseorang tidaklah muncul secara otomatis, setapak demi setapak harus dilakukan dengan laku prihatin, misalnya denagn mengurangi nafsu makan dan tidur. Laku prihatin tersebut dapat lebih sempurna jika disertai dengan suka “gembira”. Karena mengarjakan sesuatu jika tidak didasari oleh kegambiraan tidak akan pernah menghasilka sesuatu yang baik.
d. Karep
Dalam kehidupan, manusia senantiasa mempunyai karep atau keinginan, baik keinginan jahat maupun keinginan baik. Oleh karena itu Ki Ageng Sela menasehati agar manusia memiliki sikap etis yang sesuai dengan nilai kejawen, yaitu senang dengan kebaikan. Menurut Abdullah (1996: 26) keinginan baik akan selalu berhadapan dengan keinginan buruk untuk menjelmakan prilaku manusia. Dan manusia diharapkan tidak menganggap sesame manusia adalah musuh.
e. Dalan Padhang
Seseorang haruslah menyingkirkan sesuatu yang negative dalam hidupnya. Diibaratkan menyingkirkan perdu-perdu, duri atau lumut yang ada dijalan agar tidak membuat seseorang menjadi celaka misalnya dapat diwujudkan denagn memberikan sedekah kepada orang miskin, memberi petunjuk kepada orang bingungdan dilaksanakan dengan senang hati, tidak ada paksaan.
f. Jiguh, ragu-ragu
Orang yang jiguh adalah orang yang menemui kesulitan yang muncul karena tidak dapat memutuskkan perkara dengan baik dan tepat. Dan kita harus dapat berlaku cerdik. Kalau kita tidak dapat mengambil sikap yang tepat kita akan terlambat sehingga ketika mati kita tidak akan dapat memanfaatkan apa yang telah kita cari dan kita dapatkan. Ada persoalan yang lebih tidak boleh disikapi denag ragu-ragu yaitu kehidupan akhirat. Dan hidup haruslah seimbang antara dunia dan akhirat.
g. Ngutuh-Kumed, tak tahu malu-pelit
Orang yang tak tahu malu akan dijauhi oleh sesamanyakarena tidak pernah mau memperhatikan bahwa ia kan mati. Ia hanya berpikiran bahwa orang yang rilan (suka memberi) pasti akan melarat. Karena kekayaan duni tidak akan pernah habis jika memang dipergunakan untuk menolong manusia.
C. Filsafat Jawa Membawa Kearifan Seseorang.
Kearifan merupakan sebuah kemauan untuk melihat rambu-rambu (hukum alam yang diciptakan Sang Pencipta, yang mau tidak mau kita akan tunduk kepadanya), kemauan merasakan, melihat, menggagas, dan kemudian patuh terhadap rambu-rambu itu. Manusia diciptakan memiliki akal untuk bebas manantukan pilihan. Tetapi apapun pilihan manusia akan selalu tunduk pada aturan main hokum almnya. Itulah yang dinamakan kearifan yaitu kemauan manusia untuk melihat dan bertindak sesuai alur hokum alam Sang Pencipta. Keraifan merupakan hasil dari filsafat Jawa, sedangkan kearifan sendiri dapat dilihat dalam berbagai hal diantaranya adalah:
a) Kearifan Melihat Pertanda Alam
Ketika kita mendengar dongeng legenda atau kisah-kisah sejarah zaman dahulu, bahwa kita itu orang begitu tinggi kepekaannya terhadap apa yang terjadi dengan alam. Mereka terbiasa menggagas kejadian alam dan mengurai maknanya. Untuk menganalisa kira-kira apa yang harus dilakukan sebuah kejadian. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah kepekaan semut. Seperti saat menjelang musim penghujan tiba, banyak semut yang berbondong-bondong berderet bermigrasi dari tanah atau sela-sela ubin, menyusuri dinding, bergerak keatas untuk mencari sarang di sela-sela dinding atau langit-langit. Mungkin kita tidak pernah tau pertanda apa yang diterima pengindraan semut, sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah ke atas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah keatas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, maka tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga sebelum hujan tiba mereka memindahkan komunitasnya ketempat yang lebih tinggi.
Dengan begitu sebenarnya telah memberikan penglihatan pentingnya sebuah pertanda alam, sehingga bisa memberikan kita pertimbangan-pertimbangan untuk melagkah dalam kehidupan.

b) Kearifan Dalam Menggapai Tujuan.
Kearifan melihat pertanda alam adalah upaya kita untuk melihat manusia sebagai bagian dari alam yang selalu berubah dan patuh pada keberulangan. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran kita bahwa mausia ada yang menciptakan yaitu Tuhan Sang Pencipta. Kemudian dalam menjalani hidupi dunia ini, manusia harus melangkah. Arah inilah yang selalu menjaga kita agar tidak keluar dari koridor tujuan hidup kitadan konsisten menuju tuuan tersebut. Untuk itu, manusia harus bisa membiasakan diri untuk bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Apa misi dan visinya pada kehidupan di dunia ini. Kearifan ini adalah cermin dari sebuah gagasan pentingnya sebuah tujuan, visi dan misi, baik secara individu maupun kelompok.

D. Hubungan Antara Kesuksesan Dengan Filsafat Jawa
Kesuksesan mempunyai arti keberhasilan atau keberuntungan, dalam kamus umum bahasa indonesiayang disusun oleh W, J, S, purwadarminto, filsafat jawa mengatakan bahwa dalam menggapai sukses adalah sebuah semangat untuk melihat bahwa sebuah kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri, seperti sebuah analogi seseorang yang berangkat dari serabaya menuju jakarta.
Surabaya adalah titik awal potert kehidupanya saat ini, sedang jakarta adalah tempat tujuan yang menjadi tolak ukur keberhasilanya. Semua orang sepakat bahwa ketika dia mencapai jakarta maka dia berhasil menjadi orang yang sukses. Tapi ketika diketahui bahwa disepanjang perjalanan surabaya menuju jakarta banyak rintangan yang harus dilalui. Maka dari itu, orang ini bukanlah sukses yang sesungguhnya jika tidak bisa melalui rintangan dalam perjalanan tersebut. Katakan sukses ketika perjalanan dari surabaya ke jakarta dia mampu melaui atau melewati segala rintang dengan baik. Misalnya, menaati rambu-rambu lalu lintas disepanjang jalan.sama halnya kajadian oarang yang dianggap sukses dengan kekayaanya, seperti tak ada gunanya lagi ketika kesuksesan itu ketika dia terindikasi melakukan tindakan pidana korupsi, atau kesuksesan yang didapat dengan gelar pendidkan yang diperoleh, tiba-tiba sukses itu seperti tak ada artinya ketika orang tahu bahwa ijazah esarjanaanya palsu, atau juga ketika dianggap sukses mencapai jabatan tertentu, orang kemudian bisa mempertanyakan kesuksesan yang dicapainya, ketika sukses dia menyalah gunakan wewenang atau jabatan tersebut.




















PENUTUP
A. KESIMPULAN
dari semua yang telah disampaikan penulis di atas dapat disimpilkan bahwa filsafat jawa mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran adiluhung tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa berupa serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran adiluhung tersebut akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah keutamaan, kesempurnaan dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifa kearifan tersebut seseorang akan memperoleh kesuksesan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.
kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Dani Priyo. Pandangan Hidup Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2004.
Amrih, Pitoyo. Ilmu Kearian Jawa. Yogyakarta : Pinus, 2008.
Arwan. Filsafat Jawa,www.blogspot.com, 3 Januari 2010.
bharatayudha.www.multiply.com/reviews/item/60, 3 Januari 2010
Disusun oleh:
Muhammad Aqib Abdul Jalil
Alfashohah Ukhrowi
Abdurrahman Aziz
Ahmad Junaidi
Nur Khasanah
Atik Sufiyati

PENDAHULUAN

A. Latar Belakng
      Bicara tentang Filsafat Jawa, rasanya negara ini tak pernah lepas dari itu, banyak ramalan-ramalan para kinasih yang menjadi kenyataan di era sekarang. Dan dari sekian ramalan-ramalan itu banyak yang menjadi bahan diskusi baik oleh para pelajar ataupun para cerdik pandai. Pemerintahan negeri ini pun tak pernah lepas dari filsafat Jawa. Demokrasi adalah salah satu warisan dari leluhur kita, yang mungkin tahu apa yang akan terjadi dengan negara ini. Saat ini kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat- filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat.
      Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, dan masih banyak ajaran-ajaran dalam filsafat jawa lainya yang akan dibahas dalam uraian nanti terutama dalam mencapai kearifan dan kesuksesan untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan hidup bermandiri.

B. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, penulis ingin mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
  1. Apa pengertian filsafat jawa ?
  2. Bagaimana ajaran-ajaran dalam filsafat jawa ?
  3. Apakah filsafat jawa membawa kearifan seseorang ?
  4. Apa hubungan antara kesuksesan dengan filsafat jawa ?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Jawa
      Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Semua manusia yang normal senantiasa ditandai dengan kegiatannya yang sangat khas yaitu kegiatan berfikir. Maka kegiatan berfikir inilah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk yang lainnya. Namun tak semua kegiatan berfikir disebut kegiatan berfilsafat. Dalam kehidupan sehari-hari ini saja banyak hal dapat kita jadikan filsafat, asal kita mampu berfikir.
      Dalam tugas filsafat popular ini saya akan mencoba membahas mengenai filsafat jawa yang belakangan mulai dilupakan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak pesan yang disampaikan melalui filsafat jawa. Yang akan saya sampaikan disini adalah satu dari sekian banyak filsafat jawa.
Disini saya akan membahas mengenai alat pembajak yang tradisional yang masih sering digunakan oleh petani jawa dalam membajak sawahnya ternyata memiliki arti dalam kehidupan.
a) Dalam membajak seorang petani membutuhkan dua kerbau, kenapa selalu dua? Karena mereka saling melengkapi, tanpa satu diantaranya maka kegiatan membajak tidak akan berjalan. Demikian dalam maknanya dalam kehidupan, sepasang kerbau memiliki arti bahwa dalam kehidupan ini selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada kiri ada kanan, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam hal berpasangan, Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan.
b) Kemudian diantara dua kerbau ada tali yang menghubungkan, dalam kehidupan tali itu diartikan sebagai penghbung antara keduanya sehingga selalu seimbang.
c) Kemudian dalam alat pembajak juga ada alat pengendali kedua kerbau yang hanya ada satu dan menghadap ke atas, dalam kehidupan alat pengendali ini memiliki arti bahwa dalam melakukan kegiatan apapun ada yang mengendalikan kita, dan pengendali itu hanya ada satu, yaiu yang diatas, sehingga dengan adanya pengendali ini kita akan selalu ingat terhadap yang diatas.
d) Pembajaknya, bagi petani bajak disini berfungsi sebagai alat pembajak tanah sehingga tanah tersebut menjadi subur, demikian pula dalam kehidupan nyata, kesejahtaraan hidup akan tercipta bila masing-masing individu memiliki kesadaran.
e) Tanah, tanah sendiri memilikiarti dalam kehidupan. Jika dalam pertanian tanah yang dibajak adalah dibolak-balik supaya menjadi subur, maka dalam kehidupan nyata, tanah yang dibolak-balimadalah menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi dalam kehidupan juga dibolak-balik, bila kita tidak mampu bertahan maka akan ikut terbawa arus, sedangkan yang mampu membatasi dan bertahan maka akan berhasil.
f) Selain yang diatas juga ada alat pemukul kerbau, dalam kehidupan nyata alat pemukul ini memiliki makna sebagai penggerak sekaligus penyemangat dalam melakukan kegiatan atau aktifitas apapun.
g) Yang terakhir adalah, alat yang digunakan untuk menutupi atau membungkus mulut kerbau, bila dalam pertanian alat ini untuk mencegah supaya kerbau tidak memakan saat sedang bekerja, dalam kehidupan memiliki makna bahwa agar kita tidak rakus sehingga ada pembatasan yang mampu mencegah manusia agar tidak rakus, displin, dan tidak mengambil yang bukan haknya.

B. Ajaran-Ajaran Dalam Filsafat Jawa
      Di dalam tulisan Dr. Abdullah Ciptoprawiro dalam buku Filsafat Jawa. Beliau mengatakan bahwa isi buku itu menjadi sangat penting karena didalamnya merumuskan adanya sistem filsafat jawa. Beliau melihat bentuk pemikiran di Jawa dari jaman ke jaman, mulai masa pra-sejarah, sampai masa kemerdekaan Indonesia terdapat pola-pola universal yang mendasari filsafat jawa. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa pola universal itu adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kasunyatan. Oleh karena itu, pada era reformasi, dan demokratisasi pola-pola pemikiran yang universal itu bisa dipastikan tetap ada.
      Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan. Usaha untuk memperoleh kesempurnaan atau kearifan. itu tidak saja harus bersifat rasional dan empiris tetapi juga harus mengandung unsur rasa yang menjadi ciri khasnya.
      Kearifan yang terkandung dalam filsafat jawa dapat di cotohkan dengan etika dalam kebatinan orang jawa yang terdapat dalam serat pepali ki Ageng Sela. Menurut Ki Ageng Sela hidup di dunia harus di dasari degan keutamaan / keluhuran. Sedangkan untuk mencapai sebbuah keluhuran da keutamaan dapat diusahaka dengaan memperhatikan sikap sebagai berikut:
a. Sembada
Dalam kebudayaan jawa, sembada adalah sikap manusia yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bagi orang jawa, orang akan dipandang rendah ketika “ora sembodo”. Misalnya jika ia memang sanggup melakukan sesuatu hendaknya bisa melakukan meskipun dengan susah payah.
b. Sabar-Andhap Ashar
Sabar mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilalksanakan. Dalam kata sabar terkandung suasana hati tenang dan terkendali \, yaitu dapat mengalahkan sesuatu yang sangat besar dan sulit yang dapat mengantarkan keluhuran atau keutamaaqn seseorang. Andhap asar atau rendah hati biasanya adalah orang yang mau mengalah terhadap orang lain, yang juga dibutuhkan seseorang untuk mencapai keluhuran.
c. Suka
Keluhuarn seseorang tidaklah muncul secara otomatis, setapak demi setapak harus dilakukan dengan laku prihatin, misalnya denagn mengurangi nafsu makan dan tidur. Laku prihatin tersebut dapat lebih sempurna jika disertai dengan suka “gembira”. Karena mengarjakan sesuatu jika tidak didasari oleh kegambiraan tidak akan pernah menghasilka sesuatu yang baik.
d. Karep
Dalam kehidupan, manusia senantiasa mempunyai karep atau keinginan, baik keinginan jahat maupun keinginan baik. Oleh karena itu Ki Ageng Sela menasehati agar manusia memiliki sikap etis yang sesuai dengan nilai kejawen, yaitu senang dengan kebaikan. Menurut Abdullah (1996: 26) keinginan baik akan selalu berhadapan dengan keinginan buruk untuk menjelmakan prilaku manusia. Dan manusia diharapkan tidak menganggap sesame manusia adalah musuh.
e. Dalan Padhang
Seseorang haruslah menyingkirkan sesuatu yang negative dalam hidupnya. Diibaratkan menyingkirkan perdu-perdu, duri atau lumut yang ada dijalan agar tidak membuat seseorang menjadi celaka misalnya dapat diwujudkan denagn memberikan sedekah kepada orang miskin, memberi petunjuk kepada orang bingungdan dilaksanakan dengan senang hati, tidak ada paksaan.
f. Jiguh, ragu-ragu
Orang yang jiguh adalah orang yang menemui kesulitan yang muncul karena tidak dapat memutuskkan perkara dengan baik dan tepat. Dan kita harus dapat berlaku cerdik. Kalau kita tidak dapat mengambil sikap yang tepat kita akan terlambat sehingga ketika mati kita tidak akan dapat memanfaatkan apa yang telah kita cari dan kita dapatkan. Ada persoalan yang lebih tidak boleh disikapi denag ragu-ragu yaitu kehidupan akhirat. Dan hidup haruslah seimbang antara dunia dan akhirat.
g. Ngutuh-Kumed, tak tahu malu-pelit
Orang yang tak tahu malu akan dijauhi oleh sesamanyakarena tidak pernah mau memperhatikan bahwa ia kan mati. Ia hanya berpikiran bahwa orang yang rilan (suka memberi) pasti akan melarat. Karena kekayaan duni tidak akan pernah habis jika memang dipergunakan untuk menolong manusia.

C. Filsafat Jawa Membawa Kearifan Seseorang.
      Kearifan merupakan sebuah kemauan untuk melihat rambu-rambu (hukum alam yang diciptakan Sang Pencipta, yang mau tidak mau kita akan tunduk kepadanya), kemauan merasakan, melihat, menggagas, dan kemudian patuh terhadap rambu-rambu itu. Manusia diciptakan memiliki akal untuk bebas manantukan pilihan. Tetapi apapun pilihan manusia akan selalu tunduk pada aturan main hokum almnya. Itulah yang dinamakan kearifan yaitu kemauan manusia untuk melihat dan bertindak sesuai alur hokum alam Sang Pencipta. Keraifan merupakan hasil dari filsafat Jawa, sedangkan kearifan sendiri dapat dilihat dalam berbagai hal diantaranya adalah:
a) Kearifan Melihat Pertanda Alam
Ketika kita mendengar dongeng legenda atau kisah-kisah sejarah zaman dahulu, bahwa kita itu orang begitu tinggi kepekaannya terhadap apa yang terjadi dengan alam. Mereka terbiasa menggagas kejadian alam dan mengurai maknanya. Untuk menganalisa kira-kira apa yang harus dilakukan sebuah kejadian. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah kepekaan semut. Seperti saat menjelang musim penghujan tiba, banyak semut yang berbondong-bondong berderet bermigrasi dari tanah atau sela-sela ubin, menyusuri dinding, bergerak keatas untuk mencari sarang di sela-sela dinding atau langit-langit. Mungkin kita tidak pernah tau pertanda apa yang diterima pengindraan semut, sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah ke atas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah keatas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, maka tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga sebelum hujan tiba mereka memindahkan komunitasnya ketempat yang lebih tinggi.
Dengan begitu sebenarnya telah memberikan penglihatan pentingnya sebuah pertanda alam, sehingga bisa memberikan kita pertimbangan-pertimbangan untuk melagkah dalam kehidupan.

b) Kearifan Dalam Menggapai Tujuan.
Kearifan melihat pertanda alam adalah upaya kita untuk melihat manusia sebagai bagian dari alam yang selalu berubah dan patuh pada keberulangan. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran kita bahwa mausia ada yang menciptakan yaitu Tuhan Sang Pencipta. Kemudian dalam menjalani hidupi dunia ini, manusia harus melangkah. Arah inilah yang selalu menjaga kita agar tidak keluar dari koridor tujuan hidup kitadan konsisten menuju tuuan tersebut. Untuk itu, manusia harus bisa membiasakan diri untuk bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Apa misi dan visinya pada kehidupan di dunia ini. Kearifan ini adalah cermin dari sebuah gagasan pentingnya sebuah tujuan, visi dan misi, baik secara individu maupun kelompok.

D. Hubungan Antara Kesuksesan Dengan Filsafat Jawa
      Kesuksesan mempunyai arti keberhasilan atau keberuntungan, dalam kamus umum bahasa indonesiayang disusun oleh W, J, S, purwadarminto, filsafat jawa mengatakan bahwa dalam menggapai sukses adalah sebuah semangat untuk melihat bahwa sebuah kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri, seperti sebuah analogi seseorang yang berangkat dari serabaya menuju jakarta.
      Surabaya adalah titik awal potert kehidupanya saat ini, sedang jakarta adalah tempat tujuan yang menjadi tolak ukur keberhasilanya. Semua orang sepakat bahwa ketika dia mencapai jakarta maka dia berhasil menjadi orang yang sukses. Tapi ketika diketahui bahwa disepanjang perjalanan surabaya menuju jakarta banyak rintangan yang harus dilalui. Maka dari itu, orang ini bukanlah sukses yang sesungguhnya jika tidak bisa melalui rintangan dalam perjalanan tersebut. Katakan sukses ketika perjalanan dari surabaya ke jakarta dia mampu melaui atau melewati segala rintang dengan baik. Misalnya, menaati rambu-rambu lalu lintas disepanjang jalan.sama halnya kajadian oarang yang dianggap sukses dengan kekayaanya, seperti tak ada gunanya lagi ketika kesuksesan itu ketika dia terindikasi melakukan tindakan pidana korupsi, atau kesuksesan yang didapat dengan gelar pendidkan yang diperoleh, tiba-tiba sukses itu seperti tak ada artinya ketika orang tahu bahwa ijazah esarjanaanya palsu, atau juga ketika dianggap sukses mencapai jabatan tertentu, orang kemudian bisa mempertanyakan kesuksesan yang dicapainya, ketika sukses dia menyalah gunakan wewenang atau jabatan tersebut.

KESIMPULAN
      Dari semua yang telah disampaikan penulis di atas dapat disimpilkan bahwa filsafat jawa mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran adiluhung tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa berupa serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran adiluhung tersebut akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah keutamaan, kesempurnaan dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifa kearifan tersebut seseorang akan memperoleh kesuksesan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.
      Kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Dani Priyo. Pandangan Hidup Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2004.
Amrih, Pitoyo. Ilmu Kearian Jawa. Yogyakarta : Pinus, 2008.
Arwan. Filsafat Jawa,www.blogspot.com, 3 Januari 2010.
bharatayudha.www.multiply.com/reviews/item/60, disurfing 3 Januari 2010.

Senin, 06 Desember 2010

MUNCULNYA BERBAGAI ALIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
      Teologi, sebagaimana diketahui membahas ajaran-ajaran dari suatu agama. Setiap orang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat yang tidak mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman. Dalam Alqur`an pun sudah dijelaskan untuk mendalami agama secara penuh,” Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam keseluruhan dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
      Dalam istilah arab ajaran-ajaran dasar itu disebut usul Addin dan oleh karena itu buku yang membahasa soal-soal teologi dalam islam selalu diberi nama kitab Usul Addin oleh para pengarangnya. Ajaran-ajaran itu disebut jjuga `Aqa`id atau keyakinan. Dan agama itu tidak akan lurus kecuali didasari dengan aqidah yang benar dan amal yang shahih. Hal itu dapat terealisasikan dengan berpegang teguh kepada kitab sici Al-Qur`an dan Hadits Nabi Muhammad SAW.
      Teologi dalam islam disebut juga `Ilm At-tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau Esa. Ke-Esa-an yang dalam pandangan islam, sebagai agama yang monoteisme, merupakan sifat yang terpenting diantara sifat-sifat tuhan. Selanjutnya teologi islam disebut juga Ilm Kalam. Kalam adalah kata-kata, maka yang dimaksud kalam ialah sabda Tuhan.


2. PEMBATASAN MASALAH
      Teologi mempunyai sudut pandang yang blebih luas dibandingkan dengan ilmu fiqih. Karena teologi tidak hanya membahas tentang ketuhanan saja, tapi juga soal iman dan kufur yang mana mempunyai keterangan yang sangat luas. Makadari itu dalam pembatasan masalah pada kali ini akan membahas sebagai berikut:
  1. Apa pengertian teologi islam?
  2. Bagaiman sejarah timbulnya teologi islam ?
  3. Sebutkan beberapa contoh aliran teologi dalam islam?

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN TEOLOGI ISLAM
      Akhir-akhir ini banyak sekali aliran-aliran islam, khususnya di Indonesia. Seperti contoh aliran Ahmadiyah, yang oleh kelompok islam garis keras dihancurkan tempat peribadatannya dan oleh MUI dikatakan sebagai aliran sesat. Dan apakah seperti itu yang bias disebut aliran teologi dalam islam. Ternyata tidak semudah itu untuk disebut sebagai teologi Islam. Sebelum kita membahas lebih lanjut, kita akan membahas dulu tentang pengertian teologi Islam.
      Ada banyak sekali pengertian mengenai teologi Islam menurut beberapa pemikir. Diantaranya dari Fergilius Ferm yaitu seorang ahli Ilmu agam,a mengatakan : The disclipine which concern god (or the Deviniti Reality) and Gods relation to the world (teologi ialah pemikiran sistematis yang berhubungan dengan alam semesta). Tetapi kita harus membahas dulu menurut segi Etimologi atau bahasa maupun Terminologi atau Istilah. Teologi terdiri atas dua kata yaitu Theos yang artinya tuhan dan liogos tyang artinya Ilmu. Jadi teologi bias disebut juga dengan Ilmu tuhan atau disebut ilmun ketuhanan.
      Dalam kamus New English Dictinary juga menerangkan tentang teologi yang diseusun oleh Collins sebagai berikut : the science which treats of the facts and phenomena of religion and the relation between God and men ( ilmu yang yang membahas fakta-fakta dan gejala-gejala agama serta hubungan-hubungan antara tuhan dan manusia). Jadi secara garis besaa teologi adalah ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama.
      Setiap manusia pastilah ingin menetahui lebih dalam tentang seluk beluk agamanya sehingga tidak mudah goyang ketika muncul aliran-aliran baru yang mungkin akan timbul dikemudian hari. Dan mereka dapat mempunyai keyakinan-keyakinan uyang berdasarkan pada landasan yang kuat sehingga tidak menjadi seorang yang taqlid buta.

2. SEJARAH MUNCULNYA TEOLOGI ISLAM
      Islam adalah agama yang sebenarnya mempunyai sebuah pegangan beragama yaitu Al-Qur`an dan Hadits. Dalam segala persoalan Al-Qur`an dan Hadits rosul dapat menjelaskan dan menyelesaikan persoalan tersebut. Baik dalam bidang social bermasyarakat atau bermuamalat, bidang politik, ekonomi dan apaloagi soal keyakinan atau tauhid. Akan tetapi untuk menjawab persoalan tersebut, Al-Qur`an masih harus dipelajari denagn sangat lebih dalam karena masih banyak ayat-ayat Al-Qur`an yang menerangkan sesuatu secara global dan belun terperinci.Al-Qur`an dan hadits Nabi sendiri banyak berisi pembicaraan tentang wujud tuhan, keagunagn tuhan dan Ke-Esa-AnNya. Dalam Aql-Qur`an sendiri juga banyak menyebutkan tentang sifat-sifat tuhan, yang mana sebagian bertalian dengan dzat Tuhan sendiri dan sebagian lagi menyatakan semacam hubungan dengan makhluk-Nya, seperti Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha memberi Rizqi dan lain sebagainya.
      Tetapi anehnaya, persoalan yang pertama kali muncul bukanlah tentang tauhid atau teologi, melainkan dalam bidang politik. Dan persoalan dalam bidang politik tersebutlah yang menjadi suatu embrio perpecahan umat yang akhirnay mengantarkan kepada munculnya berbagai aliran-aliran teologi dalam islam. Oleh karena itu awal mula munculnnya aliran-aliran teologi dalam islam tidaklah begitun jelas. Karena m,unculnya aliran teologi tersebut melalui beberapa fase. Dan selama kurang lebih 3 abad lamanya melakukan perdebatan, baik antara sesame maupun dengan lawan-lawan dan pemeluk agama lain, kaum muslimin ssampaikepada ilmu yang mejeloaskan dasar-dasar aqidahnya dan jugaa perinci-perinciannya.
      Al-Qur`an sendiri sangat menyarankan umat islam untuk memakai akal pikirannya. Dan juga memperhatikan alam semesta ini dengan panca indra yang dimilikinya. Oleh Karen itu, untukn urusan beragama islam dengan keras mencela seorang yang beragama yang hanya taqlid buta atau ikut-ikutan tentang soal-soal kepercayaan agama. Oleh karena itu umat muslim harus benar-benar melepaskan akal pikirannyauntuk menggali kandungan isi Al-Qur`an dan sunnah Rosul. Pada waktu Rosulullah masih hidup, umat islam dapat menanyaka segala sesuatu persoalan atau kesulitan kepada beliau akan tetapi setelah beliauy wafat mereka tidak bias menanyakannya langsung kepada Riosulullahn. Melainkan kepada para penerus pemimpoin umat, yang mana mereka harus dapat menggali isi Al`Qur`an denga akal pikiran dengan tata cara yng bias dipertanggung jawabkan.
      Setelah Rosulullah wafat, muncullah persoalan politik dikalangan umat islam yaitu tentang Imamah (pimpinan kaumn muslim berikutnya). Dan sejarah merwayatkan bahwa yang menjadi pengganti (sebagain kepala Negara, bukan sebagai Nabi atyau rosul ) adalah Abu Bakar. Dan itupun melalui sebuah perdebatan yag besar oleh para pemuda, sahabat muhajirin dan sahabat anshor.kemudian abu Bakar digantikan oleh Umar Ibn Khottab dan Umar digantikan oleh Utsman bin Affan.
      Dalam pertengahan pemerintahan, Kholifah Usman bin Affan tidak berdaya dalam menghadapi keluarga beliau yang mempunyai ambisi untuk duduk dalam pemerintahan. Banyak keluarga beliau yang menjadi gubernur di beberapa daerah kekuaasaan islam pada saat itu. Dan akibat tindakan Khalifah Usman tersebut banyak para sahabat Nabi yang dulu menyokong beliau sekarang menjauhi beliau. Yang akhirnya khalifah Usman wafat karena dibunuh oleh para pemberontak dari Makkah.
      Setelah khalifah Usman wafat, kekhalifahan digantikan oleh Ali. Dan belum lama memerintah sebagai khalifah, Ali mendapatkan tantangan dari Aisyah, Talhah Dan Zubair. Tetapi tantangn tersebut dapat diselesaikan dengn perang. Dan tantangn berikutnya yaitu dari Mu`awiyah. Mu`awiyah menuduh bahwa Ali turut campur dalam pembunuhan Khalifah Usman karena Muhammad Ibn Abi Bakar (pembunuh Usman) adalah anak angkat dari Ali bin Abi Thalib. Dan khalifah Ali tidak mengambil tindakan keras atas kasus tersebut.
      Selanjutnya Khalifah Ali dan Mu`awiyah melakukan poeperangan di bukit siffin. Yang akhirnaya Khalifah Ali dapat memojokkan Mu`awiyah. Akan tetapi karena kelicikan dari kelompok Muawiyah, yaitu dengan mengangkat Al-Qur`an keatas (tanda-tanda perdamaian), kelompok Ali pecah menjadi dua kelompok. Yaitu kelompok ynag setuju untuk berdamai deng tetap ikut kepada khalifah Ali(Syiah) dan kelompok yang tidak ingin untuk berdamai (Kawarij).
      Demikianlah beberapa persoalan poliitk yang akhirnya memicu terjadinya permasalahan teologi. Yaitu dimulainya persoalan dosa besar karena membunu Khalifah Usman. Dan timbullah persoalah siapa yang kafir dan siapa yang tidak kafir.dalam arti siapa yang masih dalam islam dan siapa yang sudah keluar dalam islam. Dari sinilah awal muncul tiga aliran teologi yaitu yang pertama, Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir (murtad) dan oleh karena itu wajib di bunuh.
      Aliran yang kedua, yaitu Aliran Murji`ah yang menegaskan bahwa orang yang melakukan dosa besar masih dikatakan mukmin, adapun dosa yang dilakukan terserah Allah SWT. Aliran yang ketiga, yaitu Aliran Mu`tazilah yang menyatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar bukan kafir dan juga bukan mukmin, melainkan berada diantaranya (almanzilah bain almanzilah). Dan demikianlah sebenarnya sebuah persoalan fiqh (pertalian dengan manusia) yang mengantarkan menjadi masalah kepercayaan (teologi).

3. BEBERAPA ALIRAN TEOLOGI ISLAM
Pada pembahasan ini akan kami sampaikan beberapa contoh aliran teologi islam diantaranya yaitu:
a. Aliran Mu`tazilah
aliran ini merupakan aliran terbesar dan tertua. Dan juga ikut memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran dunia islam. Ajaran – ajaran pokok aliran ini yaitu; Ke – Esa – an, Keadilan, Janji dan Ancaman, Tempat diantara dua tempat, dan yang terakhir yaitu menyuruh berbuat kebaikan dan melarang segala kemungkaran.
b. Aliran Jabariyah
Kaum ini berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Jadi segala yang dilakukan oleh menusia adalh kehendak tuhan atau sudan menjadi qada dan qadar tuhan secara penuh
c. Aliran Qadariah
Kaum ini sebalkiknya dengan kaum jabariyah, yaitu manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Jadi segala sesuatu yang dilakukan manusia memang atas kehendak dan kekuatan dari menusia tersebut.
d. Ahli sunnah dan jama`ah
Golongan ini timbul atas reaksi paham-paham golongan sebelumnya seperti Mu`tazilah dan qadariyah dan yang lainnya. Golongan ini, salah satunya menjunjung tinggi qaidah attasamukh (toleran) yaitu tidak seperti mu`tazilah yang begitu keras dalam menyiarkan agama. Ahl Sunnah dan Jamaah tidak menjunjung tinggi-tinggi kekuatan manusia dan juga tidak meyerahkan kekuatan sepenuhnya kepada Tuhan.

PENUTUP

KESIMPULAN
Demikianlah pembahasan tentang beberapa aliran teologi dalam islam. Ada yang bercorak liberal dan ada pula yang bercorak tradisional, bahkan ada yang diantara kedua-duanya. Dan setelah mengetahui beberapa aliran teologi dalam islam beserta sejarah singkatnya, di harapkan umat islam dapat mempunyai pandangan lain tentang islam yang tidak hanya dari sudut pandang halal dan haram saja, dan mengnggap islam itu sempit. Ynag mana teologi mempunyai sudut pandang yang lebih luas.
Semua aliran juga berpegang pada wahyu. Sebenarnya perbedaan terdapat pada interpretasi mengenai teks ayat-ayat Al-Qur`an dan Hadits. Dan ini juga seperti perbedaan yang terjadi dalam bidang hokum islam atau Fiqih. Yang selanjutnya menghasilkan beberapa madzhab-madzhab yang berbeda seperti yang dikenal dengan sekarang, yaitu madzhab hanafi, madzhab Maliki, madzhab hambali, dan madzhab Syafi`i.
Pada hakikatnya semua aliran-alairan yang timbul bukanmlah keluar dari islam, tetapi masih tetap dalam islam. Dengan demikian umat islam dapat memillih salah satu dari aliran teologi tersebut menurut jiwa dan pendapatnya. Sebagaimana seseorang memilih madzhab dalam Fiqih. Dari sinilah kellihatan hikmah ucapan dari Nabi Mmuhammad SAW,” Perbedaan paham dikalangan umatku membawa rahmat”. Walaupun begitu kita tetap harus memilih aliran teologi yang paling mendekati dengan pedoman umat islam yaitu Al-Qur`an dan Hadits. Dan dalam konteks ini yaitu Aliran Ahlussunnah Waljama`ah sebagaiman tercantum dalam sebuah hadits.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim, Nashir Al-Aql, Gerakan Dakwah Islam, Darul Haq, 2003.
Iskandar, Noer Al-Barsany, Biografi dan Garis besar Pemikiran Kalam Ahlussunnah Waljama`ah, Raja Grafindo Persada, 2001.
Hanafi, A, Pengantar Teologi Islam, Pustaka Al-Husna Baru, 2003.
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-Aliran sejarah Analisa Perbandingan, UI-Pers, 2008.

Rabu, 01 Desember 2010

SINERGIS ANTARA FILSAFAT, AGAMA, DAN ILMU

      Akar kata Filsafat berasal dari bahasa yunani Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kearifan. Dalam kamus Oxford dikatakan filsafat adalah pencarian pengetahuan, hakikat (sifat dasar), dan makna segala sesuatu. Agama adalah kepercayaan kepada ke Tuhanan, acara berbakti ketuhanan, cara berbakti kepada Tuhan: Beragama: Memeluk agama. Sedangkan keagamaan adalah yang berhubungan dengan agama. Ilmu yaitu pengetahuan atau kepandaian baik yang termasuk jenis kebatinan maupun yang berkenaan dengan keadaan alam, dan sebagainya.
      Ada beberapa pendekatan yang dipilih manusia untuk memahami, mengolah dan menghayati dunia beserta isinya. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah filsafat, ilmu pengetahuan, seni, dan agama. Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti dunia dalam hal makna dan nilai-nilainya. Bidang filsafat sangat luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filasafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Oleh karena itu filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia. Filsafat berusaha untuk menyatukan hasil-hasil ilmu dan pemahaman tentang moral, estetik, dan agama. Para filsuf telah mencari suatu panmdangan tentang hidup secara terpadu, menemukan maknanya serta mencoba memberikan suatu konsepsi yang beralasan tentang alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.

HUBUNGAN ANTARA FILOSOF DAN ILMU
      Sinergisasi antara ilmu dan filsafat yaitu ada hubungan timbale balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiahapabila pembahasannya tidak ingin dikatakan dangka dan keliru. Ilmu sekarang ini dapat menyediakan bagi folsafat besar bahan yang berupa fakta-fakta yuangsangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafat yang tepat sehingga sejalan sengan pengetahuan ilmiah.
      Pada mulanya ilmu yang pertama kali muncul adalah filasafat dan ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat. Sehingga ada ilmu-ilmu yang mengatakan filsafat sebagai “induk” ilmu pengetahuan. Karena objek material ilmu filasafat sangat umum yaitu seluruh kenyataan, pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek material yang khusus hal ini berakibat berpisahnya ilmu dari filsafat. Meskipun dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan yang dimiliki setiap ilmu hal ini menimbulkan batas-batas yang tegas diantara masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman manusia yang luas. Ol;eh karena itu filsafat merupakan suatu bagian dari proses pendidikan secara alami dari makhluk yang berfikir.
      Setiap ilmu memiliki konsep-konsep dan asumsi-asimsi yang bagi ilmu itu sendiri tidak perlu dipersoalkan lagi. Konsep dan ilmu itu diterima dengan begitu saja tanpa dinilai dan dikritik. Terhadap ilmu-ilmu khusus, filsafat, khususnya filsafat ilmu secara kritis menganalisis konsep-konsep dasardan memeriksa asumsi-asumsi dari ilmu-ilmuuntuk memperoleh arti dan validitasnya. Kalau konsep-konsep dari ilmu tidak dijelaskan dan asumsi-asumsi tidak dikuatkan maka hasil-hasil yang dicapai lmu tersebut tanpa memperoleh landasan yang kuat.
      Interaksi antara filsafat dan ilmu-ilmu khusus juga maenyangkut suatu tujuan yang lebih jauh dari filsafat. Filsafat berusaha untuk mengatur hasil-hasil dari berbagai ilmu-ilmu khusus Ke dalam suatu pandangan hidup dan pandangan dunia yang tersatupadukan, komprehensif ndan konsisten. Secara komprehensif artinya tidak ada sesuatu bidang yang berada di luar jangkauan filsafat. Secara konsisten artinya uraian kefilsafatan tidak menyusun pendapat-pendapat yang saling berkontradiksi. Misalnya fisika mendasarkan pada asas bahwa semua benda terikat pada kaidah mekanis (sebab-akibat), akan teapi dalam biologi dapat ditemukan bahwa pada organisme yang lebih tinggi tidak hanya berproses seperti mesin-mesin melainkan juga menunjukan adanya kegiatan yang mengarah pada suatu tujuan (teleologis). Masalah teleologis (bertujuan) ini telah ditangani oleh para filsuf yang mencoba menyusun pandangan yang tersatupadukan (integral) dan komprehensif dalam menjelaskan gejala-gejala alam.

FILSAFAT ISLAM
      Selain kemahaesaan Tuhan, yang dibahas filsuf-filsuf Islam ada pula soal jiwa manusia yang dalam falsafat Islam disebut al-nafs. Filsafat yang terbaik mengenai ini adalah pemikiran yang diberikan Ibn Sina (980-1037M). Sama dengan al-Farabi ia membagi jiwa kepada tiga bagian:
  1. Jiwa tumbuh-tumbuhan yang mempunyai daya makan, tumbuh dan berkembang biak.
  2. Jiwa binatang yang mempunyai daya gerak, pindah dari satu tempat ke tempat, dan daya menangkap dengan pancaindra, yang terbagi dua:
  • (a) Indra luar, yaitu pendengaran, penglihatan, rasa dan raba.
  • (b) Indra dalam yang berada di otak dan terdiri dari:
  • i. Indra bersama yang menerima kesan-kesan yang diperoleh pancaindra.
  • ii. Indra penggambar yang melepaskan gambar-gambar dari materi.
  • iii. Indra pereka yang mengatur gambar-gambar ini.
  • iv. Indra penganggap yang menangkap arti-arti yang terlindung dalam gambar-gambar tersebut.
  • v. Indra pengingat yang menyimpan arti-arti itu.
     3.  Jiwa manusia, yang mempunyai hanya satu daya, yaitu berfikir yang disebut akal. Akal terbagi dua:
a. Akal praktis, yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indra pengingat yang ada dalam jiwa binatang.
b. Akal teoritis, yang menangkap arti-arti murni, yang tak pernah ada dalam materi seperti Tuhan, roh dan malaikat.
Akal praktis memusatkan perhatian kepada alam materi, sedang akal teoritis kepada alam metafisik. Dalam diri manusia terdapat tiga macam jiwa ini, dan jelas bahwa yang terpenting diantaranya adalah jiwa berpikir manusia yang disebut akal itu Akal praktis, kalau terpengaruh oleh materi, tidak meneruskan arti-arti, yang diterimanya dari indra pengingat dalam jiwa binatang, ke akal teoritis. Tetapi kalau ia teruskan akal teoritis akan berkembang dengan baik. Akal teoritis mempunyai empat tingkatan:
1. Akal potensial dalam arti akal yang mempunyai potensi untuk menangkap arti-arti murni.
2. Akal bakat, yang telah mulai dapat menangkap arti-arti murni.
3. Akal aktual, yang telah mudah dan lebih banyak menangkap arti-arti murni.
4. Akal perolehan yang telah sempurna kesanggupannya menangkap arti-arti murni.
      Akal tingkat keempat inilah yang tertinggi dan dimiliki filsuf-filsuf. Akal inilah yang dapat menangkap arti-arti murni yang dipancarkan Tuhan melalui Akal X ke Bumi. Sifat seseorang banyak bergantung pada jiwa mana dari tiga yang tersebut di atas berpengaruh pada dirinya. Jika jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang yang berpengaruh, orang itu dekat menyerupai binatang. Tetapi jika jiwa manusia yang berpengaruh terhadap dirinya maka ia dekat menyerupai malaikat. Dan dalam hal ini akal praktis mempunyai malaikat. Akal inilah yang mengontrol badan manusia, sehingga hawa nafsu yang terdapat di dalamnya tidak menjadi halangan bagi akal praktis untuk membawa manusia kepada kesempurnaan.
      Setelah tubuh manusia mati, yang akan tinggal menghadapi perhitungan di depan Tuhan adalah jiwa manusia. Jiwa tumbuh-tumbuhan dan jiwa binatang akan lenyap dengan hancurnya tubuh kembali menjadi tanah. Jiwa manusia mempunyai wujud tersendiri, yang diciptakan Tuhan setiap ada janin yang siap untuk menerima jiwa. Jiwa berhajat kepada badan manusia, karena otaklah, sebagaimana dilihat di atas, yang pada mulanya menolong akal untuk menangkap arti-arti. Makin banyak arti yang diteruskan otak kepadanya makin kuat daya akal untuk menangkap arti-arti murni. Kalau akal sudah sampai kepada kesempurnaan, jiwa tak berhajat lagi pada badan, bahkan badan bisa menjadi penghalang baginya dalam menangkap arti-arti murni. Jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang lenyap dengan matinya tubuh karena keduanya hanya mempunyai fungsi-fungsi fisik seperti dijelaskan sebelumnya. Kedua jiwa ini, karena telah memperoleh balasan di dunia ini tidak akan dihidupkan kembal di akhirat. Jiwa manusia, berlainan dengan kedua jiwa di atas fungsinya tidak berkaitan dengan yang bersifat fisik tetapi yang bersifat abstrak dan rohani. Karena itu balasan yang akan diterimanya bukan di dunia, tetapi di akhirat. Kalau jiwa tumbuh tumbuhan dan binatang tidak kekal, jiwa manusia adalah kekal. Jika ia telah mencapai kesempurnaan sebelum berpisah dengan badan ia akan mengalami kebahagiaan di akhirat. Tetapi kalau ia berpisah dari badan dalam keadaan belum sempurna ia akan mengalami kesengsaraan kelak.
      Dari paham bahwa jiwa manusialah yang akan menghadapi perhitungan kelak timbul faham tidak adanya pembangkitan jasmani yang juga dikritik al-Ghazali. Demikianlah beberapa aspek penting dari falsafat Islam. Pemurnian konsep tauhid membawa al-Kindi kepada pemikiran Tuhan tidak mempunyai hakikat dan tak dapat diberi sifat jenis (al-jins) serta diferensiasi (al-fasl). Sebagai seorang Mu'tazilah al-Kindi juga tidak percaya pada adanya sifat-sifat Tuhan; yang ada hanyalah semata-mata zat. Pemurnian itu membawa al-Farabi pula kepada falsafat emanasi yang di dalamnya terkandung pemikiran alam qadim, tak bermula dalam zaman dan baqin, tak mempunyai akhir dalam zaman. Karena Tuhan dalam filsafat emanasi tak boleh berhubungan langsung dengan yang banyak dan hanya berfikir tentang diriNya Yang Maha Esa, timbul pendapat bahwa Tuhan tidak mengetahui juz'iat, yaitu perincian yang ada dalam alam ini. Tuhan mengetahui hanya yang bersifat universal. Karena akal I, II dan seterusnyalah yang mengatur planet-planet maka Akal I, II dan seterusnya itulah yang mengetahui juz'iat atau kekhususan yang terjadi di alam ini. Karena inti manusia adalah jiwa berfikir untuk memperoleh kesempurnaan, pembangkitan jasmani tak ada.
      Sebagai orang yang banyak berkecimpung dalam bidang sains para filsuf percaya pula kepada tidak berubahnya hukum alam. Inilah sepuluh dari duapuluh kritikan yang dimajukan al-Ghazali (1058-1111 M) terhadap pemikiran para filsuf Islam. Tiga, diantara sepuluh itu, menurut al-Ghazali membawa mereka kepada kekufuran, yaitu:
  1. Alam qadim dalam arti tak bermula dalam zaman
  2. Pembangkitan jasmani tak ada
  3. Tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di alam.
      Konsep alam qadim membawa kepada kekufuran dalam pendapat al-Ghazali karena qadim dalam filsafat berarti sesuatu yang wujudnya tidak mempunyai permulaan dalam zaman yaitu tidak pernah tidak ada di zaman lampau. Dan ini berarti tidak diciptakan. Yang tidak diciptakan adalah Tuhan. Maka syahadat dalam teologi Islam adalah: la qadima, illallah, tidak ada yang qadim selain Allah. Kalau alam qadim, maka alam adalah pula Tuhan dan terdapatlah dua Tuhan. Ini membawa kepada paham syirk atau politeisme, dosa besar yang dalam al-Qur'an disebut tak dapat diampuni Tuhan. Tidak diciptakan bisa pula berarti tidak perlu adanya Pencipta yaitu Tuhan. Ini membawa pula kepada ateisme. Politeisme dan ateisme jelas bertentangan sekali dengan ajaran dasar Islam tauhid yang sebagaimana dilihat di atas para filsuf mengusahakan Islam memberikan arti semurni-murninya.
      Inilah yang mendorong al-Ghazali untuk mencap kafir filsuf yang percaya bahwa alam ini qadim. Mengenai masalah kedua pembangkitan jasmani tak ada, sedangkan teks ayat-ayat dalam al-Qur'an menggambarkan adanya pembangkitan jasmani itu. Umpamanya ayat 78/9 dari surat Yasin "Siapa yang menghidupkan tulang-tulang yang telah rapuh ini?. Katakanlah: Yang menghidupkan adalah Yang Menciptakannya pertama kali." Maka pengkafiran di sini berdasar atas berlawanannya falsafat tidak adanya pembangkitan jasmani dengan teks al-Qur'an yang adalah wahyu dari Tuhan.
      Pengkafiran tentang masalah ketiga, Tuhan tidak mengetahui perincian yang ada di alam juga didasarkan atas keadaan falsafat itu, berlawanan dengan teks ayat dalam al-Qur'an. Sebagai umpama dapat disebut ayat 59 dari surat al-An'am: Tiada daun yang jatuh yang tidak diketahui-Nya. Pengkafiran al-Ghazali ini membuat orang di dunia Islam bagian timur dengan Baghdad sebagai pusat pemikiran menjauhi falsafat. Apalagi di samping pengkafiran itu al-Ghazali mengeluarkan pendapat bahwa jalan sebenarnya untuk mencapai hakikat bukanlah filsafat tetapi tasawuf.
      Dalam pada itu sebelum zaman al-Ghazali telah muncul teologi baru yang menentang teologi rasional Mu'tazilah. Teologi baru itu dibawa oleh al-Asy'ari (873-935) yang pada mulanya adalah salah satu tokoh teologi rasional. Oleh sebab-sebab yang belum begitu jelas ia meninggalkan paham Mu'tazilahnya dan munculkan sebagai lawan dari teologi Mu'tazilah teologi baru yang kemudian dikenal dengan nama teologi al-Asy'ari. Sebagai lawan dari teologi rasional Mu'tazilah teologi Asy'ari bercorak tradisional.
Corak tradisionalnya dilihat dari hal-hal:
  1. Dalam teologi ini akal mempunyai kedudukan rendah sehingga kaum Asy'ari banyak terikat kepada arti lafzi dari teks wahyu. Mereka tidak mengambil arti tersurat dari wahyu untuk menyesuaikannya dengan pemikiran ilmiah dan filosofis.
  2. Karena akal lemah manusia dalam teologi ini merupakan manusia lemah dekat menyerupai anak yang belum dewasa yang belum bisa berdiri sendiri tetapi masih banyak bergantung pada orang lain untuk membantunya dalam hidupnya.
      Teologi ini mengajarkan paham jabariah atau fatalisme yaitu percaya kepada kada dan kadar Tuhan. Manusia di sini bersikap statis. 3. Pemikiran teologi al-Asy'ari bertitik tolak dari paham kehendak mutlak Tuhan. Manusia dan alam ini diatur Tuhan menurut kehendak mutlakNya dan bukan menurut peraturan yang dibuatnya. Karena itu hukum alam dalam teologi ini, tak terdapat, yang ada ialah kebiasaan alam.
Dengan demikian bagi mereka api tidak sesuai dengan hukum alam selamanya membakar tetapi biasanya membakar sesuai dengan kehendak mutlak Tuhan. Jelas teologi tradisional al-Asy'ari ini tidak mendorong pada berkembangnya pemikiran ilmiah dan filosofis sebagaimana halnya dengan teologi rasional Mu'tazilah. Sesudah al-Ghazali, teologi tradisional inilah yang berkembang di dunia Islam bagian Timur. Tidak mengherankan kalau sesudah zaman al-Ghazali ilmu dan falsafat tak berkembang lagi di Baghdad sebagaimana sebelumnya di zaman Mu'tazilah dan filsuf-filsuf Islam.





DAFTAR PUSTAKA


Beerling, Kwee dkk, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogjakarta: Tiara Wacana, 2003, (cetakan kelima)
Verhaak, dan Imam, Haryono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT Gramedia, 1989.
Mundiri, Logika, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.
Widodo, Sembodo Ardi, Kajian Filosofis (Pendidikan Barat dan Islam), Jakarta: Nimas Multima, 2008, (cetakan ketiga)
Behbehani, Soraya Susan, Ada Nabi dalam Diri, Jakarta: Serambi, 2003, (cetakan kedua)

Followers

About Me

Foto Saya
Ahmad Ulin Na'im
wedarijaksa, pati, Indonesia
Halo.... yang di sana jangan bengong aja yaa....
Lihat profil lengkapku

Links

Status YM

Cari di blog ini

Cuap-Cuap

Tamu