FILSAFAT JAWA

Disusun oleh:
Muhammad Aqib Abdul Jalil
Alfashohah Ukhrowi
Abdurrahman Aziz
Ahmad Junaidi
Nur Khasanah
Atik Sufiyati

PENDAHULUAN

A. Latar Belakng
      Bicara tentang Filsafat Jawa, rasanya negara ini tak pernah lepas dari itu, banyak ramalan-ramalan para kinasih yang menjadi kenyataan di era sekarang. Dan dari sekian ramalan-ramalan itu banyak yang menjadi bahan diskusi baik oleh para pelajar ataupun para cerdik pandai. Pemerintahan negeri ini pun tak pernah lepas dari filsafat Jawa. Demokrasi adalah salah satu warisan dari leluhur kita, yang mungkin tahu apa yang akan terjadi dengan negara ini. Saat ini kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat- filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat.
Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, dan masih banyak ajaran-ajaran dalam filsafat jawa lainya yang akan dibahas dalam uraian nanti terutama dalam mencapai kearifan dan kesuksesan untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan hidup bermandiri.

B. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, penulis ingin mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa pengertian filsafat jawa ?
2) Bagaimana ajaran-ajaran dalam filsafat jawa ?
3) Apakah filsafat jawa membawa kearifan seseorang ?
4) Apa hubungan antara kesuksesan dengan filsafat jawa ?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Jawa
Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Semua manusia yang normal senantiasa ditandai dengan kegiatannya yang sangat khas yaitu kegiatan berfikir. Maka kegiatan berfikir inilah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk yang lainnya. Namun tak semua kegiatan berfikir disebut kegiatan berfilsafat. Dalam kehidupan sehari-hari ini saja banyak hal dapat kita jadikan filsafat, asal kita mampu berfikir.
Dalam tugas filsafat popular ini saya akan mencoba membahas mengenai filsafat jawa yang belakangan mulai dilupakan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak pesan yang disampaikan melalui filsafat jawa. Yang akan saya sampaikan disini adalah satu dari sekian banyak filsafat jawa.
Disini saya akan membahas mengenai alat pembajak yang tradisional yang masih sering digunakan oleh petani jawa dalam membajak sawahnya ternyata memiliki arti dalam kehidupan.
a) Dalam membajak seorang petani membutuhkan dua kerbau, kenapa selalu dua? Karena mereka saling melengkapi, tanpa satu diantaranya maka kegiatan membajak tidak akan berjalan. Demikian dalam maknanya dalam kehidupan, sepasang kerbau memiliki arti bahwa dalam kehidupan ini selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada kiri ada kanan, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam hal berpasangan, Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan.
b) Kemudian diantara dua kerbau ada tali yang menghubungkan, dalam kehidupan tali itu diartikan sebagai penghbung antara keduanya sehingga selalu seimbang.
c) Kemudian dalam alat pembajak juga ada alat pengendali kedua kerbau yang hanya ada satu dan menghadap ke atas, dalam kehidupan alat pengendali ini memiliki arti bahwa dalam melakukan kegiatan apapun ada yang mengendalikan kita, dan pengendali itu hanya ada satu, yaiu yang diatas, sehingga dengan adanya pengendali ini kita akan selalu ingat terhadap yang diatas.
d) Pembajaknya, bagi petani bajak disini berfungsi sebagai alat pembajak tanah sehingga tanah tersebut menjadi subur, demikian pula dalam kehidupan nyata, kesejahtaraan hidup akan tercipta bila masing-masing individu memiliki kesadaran.
e) Tanah, tanah sendiri memilikiarti dalam kehidupan. Jika dalam pertanian tanah yang dibajak adalah dibolak-balik supaya menjadi subur, maka dalam kehidupan nyata, tanah yang dibolak-balimadalah menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi dalam kehidupan juga dibolak-balik, bila kita tidak mampu bertahan maka akan ikut terbawa arus, sedangkan yang mampu membatasi dan bertahan maka akan berhasil.
f) Selain yang diatas juga ada alat pemukul kerbau, dalam kehidupan nyata alat pemukul ini memiliki makna sebagai penggerak sekaligus penyemangat dalam melakukan kegiatan atau aktifitas apapun.
g) Yang terakhir adalah, alat yang digunakan untuk menutupi atau membungkus mulut kerbau, bila dalam pertanian alat ini untuk mencegah supaya kerbau tidak memakan saat sedang bekerja, dalam kehidupan memiliki makna bahwa agar kita tidak rakus sehingga ada pembatasan yang mampu mencegah manusia agar tidak rakus, displin, dan tidak mengambil yang bukan haknya.

B. Ajaran-Ajaran Dalam Filsafat Jawa
Di dalam tulisan Dr. Abdullah Ciptoprawiro dalam buku Filsafat Jawa. Beliau mengatakan bahwa isi buku itu menjadi sangat penting karena didalamnya merumuskan adanya sistem filsafat jawa. Beliau melihat bentuk pemikiran di Jawa dari jaman ke jaman, mulai masa pra-sejarah, sampai masa kemerdekaan Indonesia terdapat pola-pola universal yang mendasari filsafat jawa. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa pola universal itu adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kasunyatan. Oleh karena itu, pada era reformasi, dan demokratisasi pola-pola pemikiran yang universal itu bisa dipastikan tetap ada.
Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan. Usaha untuk memperoleh kesempurnaan atau kearifan. itu tidak saja harus bersifat rasional dan empiris tetapi juga harus mengandung unsur rasa yang menjadi ciri khasnya.
Kearifan yang terkandung dalam filsafat jawa dapat di cotohkan dengan etika dalam kebatinan orang jawa yang terdapat dalam serat pepali ki Ageng Sela. Menurut Ki Ageng Sela hidup di dunia harus di dasari degan keutamaan / keluhuran. Sedangkan untuk mencapai sebbuah keluhuran da keutamaan dapat diusahaka dengaan memperhatikan sikap sebagai berikut:
a. Sembada
Dalam kebudayaan jawa, sembada adalah sikap manusia yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bagi orang jawa, orang akan dipandang rendah ketika “ora sembodo”. Misalnya jika ia memang sanggup melakukan sesuatu hendaknya bisa melakukan meskipun dengan susah payah.
b. Sabar-Andhap Ashar
Sabar mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilalksanakan. Dalam kata sabar terkandung suasana hati tenang dan terkendali \, yaitu dapat mengalahkan sesuatu yang sangat besar dan sulit yang dapat mengantarkan keluhuran atau keutamaaqn seseorang. Andhap asar atau rendah hati biasanya adalah orang yang mau mengalah terhadap orang lain, yang juga dibutuhkan seseorang untuk mencapai keluhuran.
c. Suka
Keluhuarn seseorang tidaklah muncul secara otomatis, setapak demi setapak harus dilakukan dengan laku prihatin, misalnya denagn mengurangi nafsu makan dan tidur. Laku prihatin tersebut dapat lebih sempurna jika disertai dengan suka “gembira”. Karena mengarjakan sesuatu jika tidak didasari oleh kegambiraan tidak akan pernah menghasilka sesuatu yang baik.
d. Karep
Dalam kehidupan, manusia senantiasa mempunyai karep atau keinginan, baik keinginan jahat maupun keinginan baik. Oleh karena itu Ki Ageng Sela menasehati agar manusia memiliki sikap etis yang sesuai dengan nilai kejawen, yaitu senang dengan kebaikan. Menurut Abdullah (1996: 26) keinginan baik akan selalu berhadapan dengan keinginan buruk untuk menjelmakan prilaku manusia. Dan manusia diharapkan tidak menganggap sesame manusia adalah musuh.
e. Dalan Padhang
Seseorang haruslah menyingkirkan sesuatu yang negative dalam hidupnya. Diibaratkan menyingkirkan perdu-perdu, duri atau lumut yang ada dijalan agar tidak membuat seseorang menjadi celaka misalnya dapat diwujudkan denagn memberikan sedekah kepada orang miskin, memberi petunjuk kepada orang bingungdan dilaksanakan dengan senang hati, tidak ada paksaan.
f. Jiguh, ragu-ragu
Orang yang jiguh adalah orang yang menemui kesulitan yang muncul karena tidak dapat memutuskkan perkara dengan baik dan tepat. Dan kita harus dapat berlaku cerdik. Kalau kita tidak dapat mengambil sikap yang tepat kita akan terlambat sehingga ketika mati kita tidak akan dapat memanfaatkan apa yang telah kita cari dan kita dapatkan. Ada persoalan yang lebih tidak boleh disikapi denag ragu-ragu yaitu kehidupan akhirat. Dan hidup haruslah seimbang antara dunia dan akhirat.
g. Ngutuh-Kumed, tak tahu malu-pelit
Orang yang tak tahu malu akan dijauhi oleh sesamanyakarena tidak pernah mau memperhatikan bahwa ia kan mati. Ia hanya berpikiran bahwa orang yang rilan (suka memberi) pasti akan melarat. Karena kekayaan duni tidak akan pernah habis jika memang dipergunakan untuk menolong manusia.
C. Filsafat Jawa Membawa Kearifan Seseorang.
Kearifan merupakan sebuah kemauan untuk melihat rambu-rambu (hukum alam yang diciptakan Sang Pencipta, yang mau tidak mau kita akan tunduk kepadanya), kemauan merasakan, melihat, menggagas, dan kemudian patuh terhadap rambu-rambu itu. Manusia diciptakan memiliki akal untuk bebas manantukan pilihan. Tetapi apapun pilihan manusia akan selalu tunduk pada aturan main hokum almnya. Itulah yang dinamakan kearifan yaitu kemauan manusia untuk melihat dan bertindak sesuai alur hokum alam Sang Pencipta. Keraifan merupakan hasil dari filsafat Jawa, sedangkan kearifan sendiri dapat dilihat dalam berbagai hal diantaranya adalah:
a) Kearifan Melihat Pertanda Alam
Ketika kita mendengar dongeng legenda atau kisah-kisah sejarah zaman dahulu, bahwa kita itu orang begitu tinggi kepekaannya terhadap apa yang terjadi dengan alam. Mereka terbiasa menggagas kejadian alam dan mengurai maknanya. Untuk menganalisa kira-kira apa yang harus dilakukan sebuah kejadian. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah kepekaan semut. Seperti saat menjelang musim penghujan tiba, banyak semut yang berbondong-bondong berderet bermigrasi dari tanah atau sela-sela ubin, menyusuri dinding, bergerak keatas untuk mencari sarang di sela-sela dinding atau langit-langit. Mungkin kita tidak pernah tau pertanda apa yang diterima pengindraan semut, sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah ke atas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah keatas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, maka tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga sebelum hujan tiba mereka memindahkan komunitasnya ketempat yang lebih tinggi.
Dengan begitu sebenarnya telah memberikan penglihatan pentingnya sebuah pertanda alam, sehingga bisa memberikan kita pertimbangan-pertimbangan untuk melagkah dalam kehidupan.

b) Kearifan Dalam Menggapai Tujuan.
Kearifan melihat pertanda alam adalah upaya kita untuk melihat manusia sebagai bagian dari alam yang selalu berubah dan patuh pada keberulangan. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran kita bahwa mausia ada yang menciptakan yaitu Tuhan Sang Pencipta. Kemudian dalam menjalani hidupi dunia ini, manusia harus melangkah. Arah inilah yang selalu menjaga kita agar tidak keluar dari koridor tujuan hidup kitadan konsisten menuju tuuan tersebut. Untuk itu, manusia harus bisa membiasakan diri untuk bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Apa misi dan visinya pada kehidupan di dunia ini. Kearifan ini adalah cermin dari sebuah gagasan pentingnya sebuah tujuan, visi dan misi, baik secara individu maupun kelompok.

D. Hubungan Antara Kesuksesan Dengan Filsafat Jawa
Kesuksesan mempunyai arti keberhasilan atau keberuntungan, dalam kamus umum bahasa indonesiayang disusun oleh W, J, S, purwadarminto, filsafat jawa mengatakan bahwa dalam menggapai sukses adalah sebuah semangat untuk melihat bahwa sebuah kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri, seperti sebuah analogi seseorang yang berangkat dari serabaya menuju jakarta.
Surabaya adalah titik awal potert kehidupanya saat ini, sedang jakarta adalah tempat tujuan yang menjadi tolak ukur keberhasilanya. Semua orang sepakat bahwa ketika dia mencapai jakarta maka dia berhasil menjadi orang yang sukses. Tapi ketika diketahui bahwa disepanjang perjalanan surabaya menuju jakarta banyak rintangan yang harus dilalui. Maka dari itu, orang ini bukanlah sukses yang sesungguhnya jika tidak bisa melalui rintangan dalam perjalanan tersebut. Katakan sukses ketika perjalanan dari surabaya ke jakarta dia mampu melaui atau melewati segala rintang dengan baik. Misalnya, menaati rambu-rambu lalu lintas disepanjang jalan.sama halnya kajadian oarang yang dianggap sukses dengan kekayaanya, seperti tak ada gunanya lagi ketika kesuksesan itu ketika dia terindikasi melakukan tindakan pidana korupsi, atau kesuksesan yang didapat dengan gelar pendidkan yang diperoleh, tiba-tiba sukses itu seperti tak ada artinya ketika orang tahu bahwa ijazah esarjanaanya palsu, atau juga ketika dianggap sukses mencapai jabatan tertentu, orang kemudian bisa mempertanyakan kesuksesan yang dicapainya, ketika sukses dia menyalah gunakan wewenang atau jabatan tersebut.




















PENUTUP
A. KESIMPULAN
dari semua yang telah disampaikan penulis di atas dapat disimpilkan bahwa filsafat jawa mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran adiluhung tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa berupa serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran adiluhung tersebut akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah keutamaan, kesempurnaan dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifa kearifan tersebut seseorang akan memperoleh kesuksesan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.
kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Dani Priyo. Pandangan Hidup Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2004.
Amrih, Pitoyo. Ilmu Kearian Jawa. Yogyakarta : Pinus, 2008.
Arwan. Filsafat Jawa,www.blogspot.com, 3 Januari 2010.
bharatayudha.www.multiply.com/reviews/item/60, 3 Januari 2010

0 komentar:

Posting Komentar

Suara Anda, Menjadi Sepercik Saran Bagi Kami

Powered By Blogger
kangnaim.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 07 Desember 2010

FILSAFAT JAWA

Disusun oleh:
Muhammad Aqib Abdul Jalil
Alfashohah Ukhrowi
Abdurrahman Aziz
Ahmad Junaidi
Nur Khasanah
Atik Sufiyati

PENDAHULUAN

A. Latar Belakng
      Bicara tentang Filsafat Jawa, rasanya negara ini tak pernah lepas dari itu, banyak ramalan-ramalan para kinasih yang menjadi kenyataan di era sekarang. Dan dari sekian ramalan-ramalan itu banyak yang menjadi bahan diskusi baik oleh para pelajar ataupun para cerdik pandai. Pemerintahan negeri ini pun tak pernah lepas dari filsafat Jawa. Demokrasi adalah salah satu warisan dari leluhur kita, yang mungkin tahu apa yang akan terjadi dengan negara ini. Saat ini kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat- filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat.
Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya, dan masih banyak ajaran-ajaran dalam filsafat jawa lainya yang akan dibahas dalam uraian nanti terutama dalam mencapai kearifan dan kesuksesan untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan hidup bermandiri.

B. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, penulis ingin mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa pengertian filsafat jawa ?
2) Bagaimana ajaran-ajaran dalam filsafat jawa ?
3) Apakah filsafat jawa membawa kearifan seseorang ?
4) Apa hubungan antara kesuksesan dengan filsafat jawa ?
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Jawa
Filsafat sebagai suatu proses, yang dalam hal ini diartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses suatu pemecahan permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Semua manusia yang normal senantiasa ditandai dengan kegiatannya yang sangat khas yaitu kegiatan berfikir. Maka kegiatan berfikir inilah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk yang lainnya. Namun tak semua kegiatan berfikir disebut kegiatan berfilsafat. Dalam kehidupan sehari-hari ini saja banyak hal dapat kita jadikan filsafat, asal kita mampu berfikir.
Dalam tugas filsafat popular ini saya akan mencoba membahas mengenai filsafat jawa yang belakangan mulai dilupakan. Padahal bila kita mampu menggalinya ada banyak pesan yang disampaikan melalui filsafat jawa. Yang akan saya sampaikan disini adalah satu dari sekian banyak filsafat jawa.
Disini saya akan membahas mengenai alat pembajak yang tradisional yang masih sering digunakan oleh petani jawa dalam membajak sawahnya ternyata memiliki arti dalam kehidupan.
a) Dalam membajak seorang petani membutuhkan dua kerbau, kenapa selalu dua? Karena mereka saling melengkapi, tanpa satu diantaranya maka kegiatan membajak tidak akan berjalan. Demikian dalam maknanya dalam kehidupan, sepasang kerbau memiliki arti bahwa dalam kehidupan ini selalu berpasangan, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada kiri ada kanan, dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam hal berpasangan, Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan.
b) Kemudian diantara dua kerbau ada tali yang menghubungkan, dalam kehidupan tali itu diartikan sebagai penghbung antara keduanya sehingga selalu seimbang.
c) Kemudian dalam alat pembajak juga ada alat pengendali kedua kerbau yang hanya ada satu dan menghadap ke atas, dalam kehidupan alat pengendali ini memiliki arti bahwa dalam melakukan kegiatan apapun ada yang mengendalikan kita, dan pengendali itu hanya ada satu, yaiu yang diatas, sehingga dengan adanya pengendali ini kita akan selalu ingat terhadap yang diatas.
d) Pembajaknya, bagi petani bajak disini berfungsi sebagai alat pembajak tanah sehingga tanah tersebut menjadi subur, demikian pula dalam kehidupan nyata, kesejahtaraan hidup akan tercipta bila masing-masing individu memiliki kesadaran.
e) Tanah, tanah sendiri memilikiarti dalam kehidupan. Jika dalam pertanian tanah yang dibajak adalah dibolak-balik supaya menjadi subur, maka dalam kehidupan nyata, tanah yang dibolak-balimadalah menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi dalam kehidupan juga dibolak-balik, bila kita tidak mampu bertahan maka akan ikut terbawa arus, sedangkan yang mampu membatasi dan bertahan maka akan berhasil.
f) Selain yang diatas juga ada alat pemukul kerbau, dalam kehidupan nyata alat pemukul ini memiliki makna sebagai penggerak sekaligus penyemangat dalam melakukan kegiatan atau aktifitas apapun.
g) Yang terakhir adalah, alat yang digunakan untuk menutupi atau membungkus mulut kerbau, bila dalam pertanian alat ini untuk mencegah supaya kerbau tidak memakan saat sedang bekerja, dalam kehidupan memiliki makna bahwa agar kita tidak rakus sehingga ada pembatasan yang mampu mencegah manusia agar tidak rakus, displin, dan tidak mengambil yang bukan haknya.

B. Ajaran-Ajaran Dalam Filsafat Jawa
Di dalam tulisan Dr. Abdullah Ciptoprawiro dalam buku Filsafat Jawa. Beliau mengatakan bahwa isi buku itu menjadi sangat penting karena didalamnya merumuskan adanya sistem filsafat jawa. Beliau melihat bentuk pemikiran di Jawa dari jaman ke jaman, mulai masa pra-sejarah, sampai masa kemerdekaan Indonesia terdapat pola-pola universal yang mendasari filsafat jawa. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa pola universal itu adalah usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan atau kasunyatan. Oleh karena itu, pada era reformasi, dan demokratisasi pola-pola pemikiran yang universal itu bisa dipastikan tetap ada.
Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan. Usaha untuk memperoleh kesempurnaan atau kearifan. itu tidak saja harus bersifat rasional dan empiris tetapi juga harus mengandung unsur rasa yang menjadi ciri khasnya.
Kearifan yang terkandung dalam filsafat jawa dapat di cotohkan dengan etika dalam kebatinan orang jawa yang terdapat dalam serat pepali ki Ageng Sela. Menurut Ki Ageng Sela hidup di dunia harus di dasari degan keutamaan / keluhuran. Sedangkan untuk mencapai sebbuah keluhuran da keutamaan dapat diusahaka dengaan memperhatikan sikap sebagai berikut:
a. Sembada
Dalam kebudayaan jawa, sembada adalah sikap manusia yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bagi orang jawa, orang akan dipandang rendah ketika “ora sembodo”. Misalnya jika ia memang sanggup melakukan sesuatu hendaknya bisa melakukan meskipun dengan susah payah.
b. Sabar-Andhap Ashar
Sabar mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilalksanakan. Dalam kata sabar terkandung suasana hati tenang dan terkendali \, yaitu dapat mengalahkan sesuatu yang sangat besar dan sulit yang dapat mengantarkan keluhuran atau keutamaaqn seseorang. Andhap asar atau rendah hati biasanya adalah orang yang mau mengalah terhadap orang lain, yang juga dibutuhkan seseorang untuk mencapai keluhuran.
c. Suka
Keluhuarn seseorang tidaklah muncul secara otomatis, setapak demi setapak harus dilakukan dengan laku prihatin, misalnya denagn mengurangi nafsu makan dan tidur. Laku prihatin tersebut dapat lebih sempurna jika disertai dengan suka “gembira”. Karena mengarjakan sesuatu jika tidak didasari oleh kegambiraan tidak akan pernah menghasilka sesuatu yang baik.
d. Karep
Dalam kehidupan, manusia senantiasa mempunyai karep atau keinginan, baik keinginan jahat maupun keinginan baik. Oleh karena itu Ki Ageng Sela menasehati agar manusia memiliki sikap etis yang sesuai dengan nilai kejawen, yaitu senang dengan kebaikan. Menurut Abdullah (1996: 26) keinginan baik akan selalu berhadapan dengan keinginan buruk untuk menjelmakan prilaku manusia. Dan manusia diharapkan tidak menganggap sesame manusia adalah musuh.
e. Dalan Padhang
Seseorang haruslah menyingkirkan sesuatu yang negative dalam hidupnya. Diibaratkan menyingkirkan perdu-perdu, duri atau lumut yang ada dijalan agar tidak membuat seseorang menjadi celaka misalnya dapat diwujudkan denagn memberikan sedekah kepada orang miskin, memberi petunjuk kepada orang bingungdan dilaksanakan dengan senang hati, tidak ada paksaan.
f. Jiguh, ragu-ragu
Orang yang jiguh adalah orang yang menemui kesulitan yang muncul karena tidak dapat memutuskkan perkara dengan baik dan tepat. Dan kita harus dapat berlaku cerdik. Kalau kita tidak dapat mengambil sikap yang tepat kita akan terlambat sehingga ketika mati kita tidak akan dapat memanfaatkan apa yang telah kita cari dan kita dapatkan. Ada persoalan yang lebih tidak boleh disikapi denag ragu-ragu yaitu kehidupan akhirat. Dan hidup haruslah seimbang antara dunia dan akhirat.
g. Ngutuh-Kumed, tak tahu malu-pelit
Orang yang tak tahu malu akan dijauhi oleh sesamanyakarena tidak pernah mau memperhatikan bahwa ia kan mati. Ia hanya berpikiran bahwa orang yang rilan (suka memberi) pasti akan melarat. Karena kekayaan duni tidak akan pernah habis jika memang dipergunakan untuk menolong manusia.
C. Filsafat Jawa Membawa Kearifan Seseorang.
Kearifan merupakan sebuah kemauan untuk melihat rambu-rambu (hukum alam yang diciptakan Sang Pencipta, yang mau tidak mau kita akan tunduk kepadanya), kemauan merasakan, melihat, menggagas, dan kemudian patuh terhadap rambu-rambu itu. Manusia diciptakan memiliki akal untuk bebas manantukan pilihan. Tetapi apapun pilihan manusia akan selalu tunduk pada aturan main hokum almnya. Itulah yang dinamakan kearifan yaitu kemauan manusia untuk melihat dan bertindak sesuai alur hokum alam Sang Pencipta. Keraifan merupakan hasil dari filsafat Jawa, sedangkan kearifan sendiri dapat dilihat dalam berbagai hal diantaranya adalah:
a) Kearifan Melihat Pertanda Alam
Ketika kita mendengar dongeng legenda atau kisah-kisah sejarah zaman dahulu, bahwa kita itu orang begitu tinggi kepekaannya terhadap apa yang terjadi dengan alam. Mereka terbiasa menggagas kejadian alam dan mengurai maknanya. Untuk menganalisa kira-kira apa yang harus dilakukan sebuah kejadian. Hal ini bisa dianalogikan dengan sebuah kepekaan semut. Seperti saat menjelang musim penghujan tiba, banyak semut yang berbondong-bondong berderet bermigrasi dari tanah atau sela-sela ubin, menyusuri dinding, bergerak keatas untuk mencari sarang di sela-sela dinding atau langit-langit. Mungkin kita tidak pernah tau pertanda apa yang diterima pengindraan semut, sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah ke atas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga mereka berpindah tempat tinggal dari bawah keatas. Kita tahu bahwa kalau hujan tiba, maka tanah akan menjadi basah dan keadaan ini bisa berbahaya bagi komunitas semut. Sehingga sebelum hujan tiba mereka memindahkan komunitasnya ketempat yang lebih tinggi.
Dengan begitu sebenarnya telah memberikan penglihatan pentingnya sebuah pertanda alam, sehingga bisa memberikan kita pertimbangan-pertimbangan untuk melagkah dalam kehidupan.

b) Kearifan Dalam Menggapai Tujuan.
Kearifan melihat pertanda alam adalah upaya kita untuk melihat manusia sebagai bagian dari alam yang selalu berubah dan patuh pada keberulangan. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran kita bahwa mausia ada yang menciptakan yaitu Tuhan Sang Pencipta. Kemudian dalam menjalani hidupi dunia ini, manusia harus melangkah. Arah inilah yang selalu menjaga kita agar tidak keluar dari koridor tujuan hidup kitadan konsisten menuju tuuan tersebut. Untuk itu, manusia harus bisa membiasakan diri untuk bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Apa misi dan visinya pada kehidupan di dunia ini. Kearifan ini adalah cermin dari sebuah gagasan pentingnya sebuah tujuan, visi dan misi, baik secara individu maupun kelompok.

D. Hubungan Antara Kesuksesan Dengan Filsafat Jawa
Kesuksesan mempunyai arti keberhasilan atau keberuntungan, dalam kamus umum bahasa indonesiayang disusun oleh W, J, S, purwadarminto, filsafat jawa mengatakan bahwa dalam menggapai sukses adalah sebuah semangat untuk melihat bahwa sebuah kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri, seperti sebuah analogi seseorang yang berangkat dari serabaya menuju jakarta.
Surabaya adalah titik awal potert kehidupanya saat ini, sedang jakarta adalah tempat tujuan yang menjadi tolak ukur keberhasilanya. Semua orang sepakat bahwa ketika dia mencapai jakarta maka dia berhasil menjadi orang yang sukses. Tapi ketika diketahui bahwa disepanjang perjalanan surabaya menuju jakarta banyak rintangan yang harus dilalui. Maka dari itu, orang ini bukanlah sukses yang sesungguhnya jika tidak bisa melalui rintangan dalam perjalanan tersebut. Katakan sukses ketika perjalanan dari surabaya ke jakarta dia mampu melaui atau melewati segala rintang dengan baik. Misalnya, menaati rambu-rambu lalu lintas disepanjang jalan.sama halnya kajadian oarang yang dianggap sukses dengan kekayaanya, seperti tak ada gunanya lagi ketika kesuksesan itu ketika dia terindikasi melakukan tindakan pidana korupsi, atau kesuksesan yang didapat dengan gelar pendidkan yang diperoleh, tiba-tiba sukses itu seperti tak ada artinya ketika orang tahu bahwa ijazah esarjanaanya palsu, atau juga ketika dianggap sukses mencapai jabatan tertentu, orang kemudian bisa mempertanyakan kesuksesan yang dicapainya, ketika sukses dia menyalah gunakan wewenang atau jabatan tersebut.




















PENUTUP
A. KESIMPULAN
dari semua yang telah disampaikan penulis di atas dapat disimpilkan bahwa filsafat jawa mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Ajaran adiluhung tersebut biasanya terwujud dalam mutiara-mutiara kata orang jawa bisa berupa serat, kebudayan jawa, dan lain-lain. Dari ajaran adiluhung tersebut akan dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai sebuah keutamaan, kesempurnaan dan kemulyaan. Dan dari sifat-sifa kearifan tersebut seseorang akan memperoleh kesuksesan. Jika disepakati bahwa filsafat jawa di-eja-wantahkan di dalam bentuk seni wayang, maka dalam wayang akan menunjukkan ciri-ciri dasar filsafat jawa didalam pergelarannya, sehingga dasar ontologis bagi wayang adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan atau kearifan.
kesuksesan bukanlah dilihat dari tujuannya, tetapi juga dilihat cara menggapai atau perjalanan untuk mencapainya. Dalam mencapai kesuksesan tentu melalui banyak jalan yang yang harus ditempuh, tetapi upaya tetap pada koridor rambu-rambu menuju kesuksesan yaitu sebuah pondasi atas kesuksesan itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Dani Priyo. Pandangan Hidup Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2004.
Amrih, Pitoyo. Ilmu Kearian Jawa. Yogyakarta : Pinus, 2008.
Arwan. Filsafat Jawa,www.blogspot.com, 3 Januari 2010.
bharatayudha.www.multiply.com/reviews/item/60, 3 Januari 2010

0 komentar:

Posting Komentar

Suara Anda, Menjadi Sepercik Saran Bagi Kami

Followers

About Me

Foto Saya
Ahmad Ulin Na'im
wedarijaksa, pati, Indonesia
Halo.... yang di sana jangan bengong aja yaa....
Lihat profil lengkapku

Links

Status YM

Cari di blog ini

Cuap-Cuap

Tamu